Ujaran kebencian atau hate speech terutama yang ditayangkan melalui media sosial sungguh membuat kita galau. Ujaran kebencian bisa menebarkan fitnah,membuat berita yang seolah ada padahal tidak ada.Ujaran seperti ini bisa juga menghancurkan karakter seseorang. Salah satu hal yang menarik perhatian untuk dicermati ialah ujaran kebencian yang berbasiskan agama.
Kehawatiran terhadap merebaknya ujaran kebencian berbasiskan agama ini wajar muncul mengingat bangsa ini terdiri dari warga bangsa yang agamanya berbeda beda.
Menghina,merendahkan dan menyebarkan kabar bohong sesungguhnya perbuatan yang ditentang ajaran agama.Karenanya sungguh ironis apabila tingkah laku menyebarkan ujaran kebencian itu justru berbasiskan agama.
Kerentanan hubungan antar pemeluk agama di negeri bisa muncul apabila ujaran kebencian terus dikumandangkan. Jujur harus diakui ekses pilgub DKI tahun 2017 sampai sekarang masih terasa.Ekses yang paling terasa adalah tentang hubungan antar pemeluk agama di republik ini. Berkaitan dengan ujaran kebencian itu ternyata dalam dua bulan ini (Januari - Pebruari 2018) ,Polri telah menetapkan 18 orang sebagai tersangka .
Kini para tersangka itu terancam dipenjara paling lama tiga tahun berdasarkan Undang Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11Tahun 2008 atas perbuatannya melakukan ujaran kebencian ,SARA ,hingga pencemaran nama baik. Selanjutnya menurut Kepala Sub Direktorat I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anhar ,kasus nya beragam ,mulai dari penghinaan kepada tokoh agama ,penghinaan kepada penguasa atau badan usaha ,pencemaran nama baik hingga issu berbasis SARA( Kompas.com ,21/02/2018).
Oleh karena ujaran kebencian berbasiskan agama sangat rentan untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa kita maka wajar muncul pertanyaan ,siapakah pihak pihak yang terus memproduksi ujaran kebencian berbasiskan agama itu. Pertanyaan ini sepertinya terjawab berdasarkan hasil sebuah penelitian. Kompas.com,21/2/2018 memberitakan dalam satu tahun terakhir, ungkapan ujaran kebencian berbasis agama di media sosial bukan datang dari akun akun yang teridentifikasi kelompok radikal atau orang fundamentalis .Namun ,ujaran kebencian teridentifikasi datang dari partisan politik.
Selanjutnya Kompas.com menyebut hal itu diungkapkan tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus peneliti Departemen Komunikasi dan Informasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ,Savic Ali. Menurut Savic,hasil itu merupakan penelusuran yang dilakukan NU dengan melibatkan ribuan kata kunci ,ribuan postingan atau status di ribuan akun Twitter  dan Facebook selama 3 bulan.
Savic menuturkan ,temuan penelusuran NU itu berbeda dengan tiga tahun lalu.Sebab saat itu ujaran kebencian terindikasi berasal dari orang orang intoleran.
Setelah membaca hasil penelitian tersebut maka saya mencoba menyederhanakan pengertiannya. Sekarang sedang berlangsung pilkada pada 171 daerah yakni pada provinsi,kabupaten /kota. Apabila pada pilkada tersebut muncul berbagai ujaran kebencian berbasiskan agama maka patut diduga akun tersebut berasal dari partisan politik.Artinya ujaran kebencian yang demikian sengaja dikembangkan dengan target untuk kemenangan politik kelompok tertentu.
Hal ini mengisyaratkan ,tujuan yang ingin dicapai adalah sebuah kemenangan politik dengan menggunakan dalil dalil agama.Sungguh naif hanya karena untuk kepentingan politik jangka pendek tetapi justru dengan menghancurkan tatanan kemasyarakatan yang sebelumnya terpelihara dengan baik. Oleh karena ujaran kebencian berbasiskan agama itu dilakukan oleh partisan politik maka diharapkan pihak yang berwenang lebih mengintensifkan lagi upaya pencegahan maupun penindakan terhadap penyebaran ujaran kebencian yang demikian .
Mengingat hasil penelitian itu menyebut hate speech 80 persen dilakukan oleh orang orang yang datang dari partisan parpol maka pihak yang berwenang juga akan lebih mudah memetakan dari mana datangnya atau dimana sumbernya ujaran kebencian itu. Kita sangat pujikan tindakan aparat yang mencegah terus berkembangnya ujaran kebencian karena kita sependapat dengan yang diucapkan Savic Ali di Universitas Atma Jaya,Jakarta,Rabu,21/2/2018.
"Polarisasi di masyarakat kian meruncing dan membuat eskalasi kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu semakin besar.Semua dilakukan untuk kepentingan politik tertentu".
Salam Demokrasi!