Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yang Dihadapi Tukang Ojek dan Becak Itu Raksasa Internasional?

22 Januari 2018   05:45 Diperbarui: 22 Januari 2018   05:55 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di berbagai kota kita melihat sering terjadinya benturan antara para pengojek atau abang beca dengan Go Jek ,angkutan yang menggunakan internet .Kehadiran Go Jek diberbagai kota itu tentu membawa pengaruh terhadap penghasilan para tukang ojek atau abang becak.

Sebahagian masyarakat lebih senang menggunakan layanan sepeda motor yang dapat dipesan melalui aplikasi internet itu dibandingkan dengan ojek konvensional. Begitu juga halnya di dunia per taksian ,muncul Grab car dan sejenisnya yang kemudian karena tarifnya lebih murah menjadi lebih banyak diminati oleh masyarakat ketimbang " taksi konvensional".

Benturan yang terjadi terutama disebabkan oleh semakin berkurangnya penghasilan tukang ojek ,abang beca ,taksi konvensional yang kewalahan menghadapi " serbuan" moda angkutan yang menggunakan aplikasi internet.

Para konsumen lebih nyaman menggunakan jasa angkutan yang berbasiskan internet tersebut.
Munculnya  angkutan umum yang demikian juga menjadi pembicaraan hangat dimasyarakat.
Para konsumen tentu sangat mendukung kehadiran angkutan tersebut .Namun disisi lain banyak juga pertanyaan yang diajukan kepada pemerintah maupun kepada pemerintah lokal.Bagaimanasebaiknya sikap pemerintah menghadapi kehadiran moda angkutan yang menggunakan internet tersebut.

Kalau kita naik beca atau naik ojek akan terdengar komentar  semakin menurunnya pendapatan yang mereka peroleh sekarang ini. Karenanya sikap pemerintah akan menyangkut terhadap dua hal yaitu membiarkan terus berkembangnya angkutan yang berbasis on line tersebut atau memberi perlindungan kepada para pengojek atau abang abang becak.

Membiarkan terus berkembangnya angkutan on line tentu membawa konsekuensi semakin menurunnya penghasilan tukang ojek dan abang becak yang pada gilirannya bisa menimbulkan masalah sosial.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa kehadiran angkutan berbasis on line merupaksn keharusan jaman dan karenanya kita tidak dapat menghindar dari kemajyan teknoloji ini. Muncul pertanyaan ,bagaimana caranya agar abang abang becak dan tukang ojek itu dapat juga menikmati keuntungan dari kemajuan teknoloji itu dan jutru  tidak terlindas karena kemajuan itu.

Pertanyaan berikutnya yang muncul ,siapakah yang akan menuntun para pengojek dan abang becak itu agar dapat mengikuti kemajuan teknoloji sekarang ini.

Dalam pandangan saya ,pertanyaan  tersebut semakin mendesak untuk dapat jawaban sesudah saya membaca berita di Kompas .com ,21/01/2018 yang bertajuk " Google Investasi di Go-Jek ,Kominfo Sebut Investor Lokal Belum Mampu".

Inti berita itu menyatakan Google dan dua perusahaan lainnya yakni Meituan Dianping ( China) dan Temasek ( Singapura) menyuntikkan dananya untuk Go- Jek .Dengan ini ,Go-Jek dikabarkan menghimpun modal tambahan sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp.16 Triliun.

Kalaulah berita ini benar berarti pada Go-Jek telah masuk investasi internasional yang jumlahnya tidak sedikit.Malahan oleh Kompas.com diberitakan dengan selesainya funding round baru yang menyertakan Google tersebut ,nilai valuasi Go -Jek saat ini disinyalir mencapai  4 miliar dollar AS atau setara dengan Rp.53 Triliun .Sementara itu ,Grab rival berat Go-Jek memiliki valuasi 6 miliar dollar AS.

Terhadap berita yang demikian ,Kompas.com juga memunculkan sebuah pertanyaan ,Go-Jek yang selama ini mengembar gemborkan identitasnya sebagai " layanan karya anak bangsa" pun mulai dipertanyakan jati dirinya.

Tadi malam saya naik beca mesin di Medan dari depan RS Elizabeth menuju Medan Johor.Abang beca yang membawa saya itu memperkenalkan dirinya dengan nama Santoso. 

Ongkos beca yang harus saya bayar Rp.30.000 dan ketika saya beri tip Rp.10.000 ,dia sangat senang.
Dengan tambahan Rp.10.000 itu wajahnya menjadi lebih ceria .Sewaktu ngobrol di perjalanan ,Santoso bercerita ,sekarang ini penghasilannya jauh menurun karena kehadiran angkutan berbasis internet.

Saya pandangi wajah Santoso,lalu di dalam hati saya bicara " Santoso tidak akan mampu menghadapi raksasa internasional yang menanamkan modalnya di sejenis angkutan yang digeluti Santoso ini". Pemerintah dan kita harus melakukan sesuatu untuk melindungi mereka.

Salam Persatuan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun