Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilemma Ridwan Kamil, Ditinggal Golkar Diancam PKB

19 Desember 2017   20:29 Diperbarui: 19 Desember 2017   20:32 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang undang kita menyatakan pasangan calon yang maju dalam Pilkada harus didukung sekurang kurangnya oleh 20 persen kekuatan politik yang ada di DPRD.

Hasil pemilu tahun 2014 maupun hasil pemilu sebelumnya menunjukkan tidak banyak partai yang mampu meraih suara sebesar itu.

Akibatnya sebuah partai politik harus  berkoaliasi dengan parpol lain agar dapat mengusung pasangan calonnya.

Konsekuensi dari ketentuan tersebut maka agar dapat mengusung satu pasangan calon maka sering terjadi " kawin paksa" antara pasangan calon yang dimajukan.

Kawin paksa secara sederhana diartikan ,pasangan tersebut bukanlah kombinasi yang cocok untuk memimpin suatu daerah tetapi harus dipaksakan berpasangan untuk dapat memperoleh tiket maju pada Pilkada.

Disadari atau tidak ,maka sekurang kurangnya ada 3 tahapan yang harus dijalani dalam tahapan Pilkada.

Pertama ,satu pasangan yang harus disepakati oleh koalisi parpol .Artinya parpol pengusung menyepakati siapa orang pertama dan siapa orang kedua.Sering terjadi penentuan tentang siapa orang pertama dan orang kedua ini justru harus melalui negosiasi yang alot .Tidak mungkinlah partai yang suaranya lebih besar mau menjadi orang nomor dua atau sebaliknya.

Memang di beberapa daerah terdapat juga perkecualian tentang hal ini seperti misalnya di Sumatera Utara dalam halmana Golkar sebagai partai pemenang pemilu bersedia mengusung T Erry Nuradi ,Ketua Partai Nasdem sebagai calon gubernur .

Pasangan calon yang diajukan oleh parpol tidak selamanya kader partai nya.Adakalanya parpol merasa lebih nyaman tidak mengusung sendiri kadernya karena kemungkinan menurut hitungan mereka kalau kader partai yang dimajukan ,belum tentu menang karena tidak ada kader yang punya elektabilitas tinggi.

Kedua ,pasangan calon yang diajukan haruslah punya potensi untuk menang .Karena untuk apa ikut Pilkada kalau pasangan calon yang diajukan punya tingkat keterpilihan yang rendah.

Ketiga,yang paling ideal ialah pasangan yang memenangkan Pilkada justru juga akan dapat bekerja secara harmonis apabila mereka memenangkan pertarungan demokrasi di wilayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun