Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi KTP-el dan Elektabilitas Partai Golkar

20 Maret 2017   14:21 Diperbarui: 20 Maret 2017   14:36 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: merahputih.com


Sejatinya ibarat sakit,Partai Golkar baru sembuh dari sakitnya berupa perpecahan internalnya yang muncul pada Desember 2014 yang lalu.Perpecahan tersebut ialah lahirnya 2 kepengurusan partai  Golkar yang satu dipimpin oleh Abu Rizal Bakri dan yang lainnya dinakhodai oleh Agung Laksono.Dualisme kepengurusan partai tidak hanya berada pada tingkat pusat tapi juga menjalar sampai tingkat provinsi,kabupaten dan kota.Betapa parahnya perpecahan itu terlihat pada pilkada serentak 15 desember 2015.Pada saat itu hampir saja partai berlambang pohon beringin itu tidak diperbolehkan mengusung calonnya karena dualisme kepengurusannya tetapi akhirnya Komisi Pemilihan Umum ( KPU) membolehkan Golkar mengajukan calonnya dengan syarat pengurus kembar pada setiap tingkatan pemerintahan mencalonkan pasangan yang sama dan pasangan tersebut disetujui oleh dewan pimpinan pusat masing masing.

Ketentuan ini berlaku juga untuk Partai Persatuan Pembangunan karena partai berlambang Ka'bah ini sampai sekarang juga masih dilanda dualisme kepengurusan di tingkat  pusat antara Romahurmuzij dan Djan Faridz.

Setelah sekitar satu setengah tahun didera perpecahan barulah melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Bali ditorehkan perdamaian mengakhiri kisruh perpecahan ditandai dengan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum.Di Munaslub Bali pada awalnya Setya Novanto bertarung melawan Ade Komarudin yang kemudian mengundurkan diri menjelang putaran kedua pemilihan sehingga Setya Novanto kemudian terpilih secara aklamasi

.Perlu diingat menjelang berakhirnya tahun 2015 muncul kasus " Papa Minta Saham" yang melibatkan nama Setya Novanto yang kemudian disidangkan oleh Majelis Kehormatan DPR RI tetapi sebelum Majelis Kehormatan menjatuhkan putusannya,Setya Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR RI yang kemudian menempatkan Ade Komarudin sebagai Ketua yang baru.Tetapi dalam perjalanannya Setya Novanto berhasil lagi menduduki jabatan Ketua DPR oleh karena 2 hal ,1).Keputusan Mahkamah Konstitusi yang kalau dikaitkan pada kasus Papa Minta Saham maka rekaman pembicaraan antara Setya Novanto,pengusaha yang berkecimpung sebagai broker minyak di Petral,RizaChalid dan Direktur Utama Free Port Indonesia,Ma' ruf Syamsudin ,tidak dapat digunakan sebagai bukti hukum karena rekaman pembicaraan tersebut dianggap illegal dan 2).Oleh Mahkamah Kehormatan DPR RI disebut Ade Komarudin ada melakukan pelanggaran kode etik.Dengan demikian terlihat Setya Novanto sudah dua kali " mengalahkan " Ade Komarudin yaitu pada forum Munaslub Partai dan " merebut kembali " Ketua DPR RI.

Ade Komarudin atau juga yang akrab disapa Akom juga adalah Ketua Umum Ormas Soksi salah satu ormas yang ikut mendirikan Sekber Golkar.Di Partai Golkar ada pengertian " ormas yang mendirikan" merujuk kepada kelahiran Golkar di masa lalu.Sekretariat Bersama Golkar atau Sekber Golkar didirikan pada 20 Oktober 1964 yang merupakan wadah berhimpunnya ormas karya dan kekaryaan yang didirikan oleh 3 ormas utama pada masa itu yakni :Soksi yang didirikan dan dipimpin oleh Suhardiman,Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong ( MKGR) yang didirikan dan dipimpin oleh HR Soegandhi dan Kosgoro yang didirikan dan dipimpin oleh Mas Isman.Walaupun Setya Novanto(Setnov)  sudah dua kali " mengalahkan " Ade Komarudin tetapi terlihat kepemimimpinannya di partai berlambang pohon beringin tersebut cukup kuat tidak terlihat adanya friksi internal.Hal ini kemungkinan disebabkan 3 hal yaitu ,1).kemampuan lobby Setnov sehingga mampu mengakomodir keinginan semua kekuatan yang ada di partainya,2).Internal Golkar paham Setnov didukung oleh kekuatan dari eksternal Golkar dan 3).Sudah lelah dengan konflik yang melanda partai tersebut terutama dengan dualisme kepemimpinan Abu Rizal Bakri Vs Agung Laksono beberapa waktu yang lalu

.Tetapi dengan disebutnya nama Setya Novanto ,Ketua Umum Partai Golkar pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum ( JPU) pada sidang dugaan korupsi KTP-el tanggal 9 Maret yang lalu suasana adem internal Golkar bisa berobah.Sebagaimana diketahui pada dakwaan disebutkan Setnov bersama pengusaha Andi Narogong menerima dana sebesar Rp.574,2 Miliar yang merupakan bahagian dari uang korupsi KTP -el.Terhadap tuduhan pada dakwaan ini Setnov telah membantahnya dan juga kita sadar dakwaan bukanlah vonnis pengadilan karenanya asas presumption of innocense haruslah tetap ditegakkan.Tetapi di dunia politik yang berlaku bukanlah selamanya asas praduga tidak bersalah tetapi sangat kental dengan apa yang disebut persepsi publik.Hal yang menjadi perhatian sekarang ialah apakah publik percaya Setnov terlibat dalam kasus KTP-el dan menerima gelontoran dana yang demikian aduhai besarannya.Kalau persepsi publik meyakini isi dakwaan maka lambat laun tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai ini akan semakin berkurang.

Sesudah sidang pertama pembacaan dakwaan maka sudah mulai digelar pemeriksaan saksi saksi dan pada pemeriksaan saksi saksi ini publik juga akan mulai melihat benang merah aliran dana sebagaimana yang disebut JPU pada dakwaan.Kalau semakin jelas terlihat aliran dana yang mengalir ke Setnov maka publik termasuk anggota Golkar semakin yakin keterlibatan ketua umum dan pada gilirannya akan mengurangi rasa simpati atau juga akan menggerus tingkat elektabilitas partai yang didirikan tahun 1964 ini.Pemicu ketidak senangan terhadap Setnov pada internal partai bukan juga tidak mungkin karena perasaan tidak senang beberapa anggota ormas pendukung terhadap kiprah  Setnov kepada pimpinan ormas mereka.

Kita sudah melihat bagaimana publik telah memberikan hukumannya kepada parpol yang kader kader pimpinannya terjerat kasus korupsi.Akankah hal ini juga akan terjadi kepada partai berlambang pohon beringin ini? .Kalau hal ini diperkirakan akan terjadi bagaimana sikap pengurus partai untuk mengantisipasinya?.Dan sampai sekarang hal hal tersebut masih tanda tanya.

Salam Demokrasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun