Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KPK Tak Gentar Hadapi Senayan

13 Maret 2017   11:14 Diperbarui: 13 Maret 2017   11:39 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari sebelum pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan e-ktp, Ketua KPK, Agus Raharjo telah memberi sinyal bshwa  pada dakwaan nanti akan banyak sekali nama yang akan disebut. Karena pada keterangannya Agus Raharjo mengatakan mudah mudahan tidak ada goncangan politik maka publik menduga akan ada nama nama politisi beken yang akan disebutkan. Mengapa Agus memberi sinyal lebih awal dan tidak membiarkan publik mengetahui nama-nama politisi pada saat dakwaan dibacakan?

Ada 2 kemungkinan tentang hal ini. Pertama, bahwa pimpinan lembaga anti rasuah itu mengetahui sepenuhnya pekerjaan penyidiknya dan sekaligus ikut bertanggung jawab terhadap isi dakwaan termasuk nama nama yang akan disebut pada dakwaan dan menggalang opini masyarakat untuk menghadapi tekanan politik yang mungkin muncul akibat disebutkannya sejumlah nama pada dakwaan.

Kemudian ketika dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada 9 Maret publik menjadi heboh oleh karena besarnya dana yang diduga dikorupsi oleh anggota DPR RI dan juga Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekjend Kemendagri beserta jajarannya. Publik menjadi lebih terperangah ketika pada dakwaan disebut nama-nama top seperti Setya Novanto,Yasonna Laoly,Ganjar Pranowo, Olly Dondokambay, Agun Gunarja Sudarsa, Marzuki Alie, Anas Urbaningrum dan juga Nazaruddin.

Sore harinya beberapa politisi yang disebut namanya seperti Setya Novanto dan Yasonna Laoly membantah telah menerima sejumlah dana bahkan Marzuki Alie membuat pengaduan ke Bareskrim Polri tentang tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan oleh kedua terdakwa, Irman dan Sugiharto serta Andi Narogong pengusaha yang disebut bersama sama melakukan tindak pidana korupsi dengan kedua terdakwa.

Apa arti sikap yang ditunjukkan beberapa politisi tersebut?

Artinya dakwaan yang dibacakan JPU tidak benar malahan mengandung unsur pidana pencemaran nama baik. Oleh karena kaliber politisi yang disebut bukan kaliber sembarangan maka KPK dan juga publik sudah menduga akan ada serangan balik dalam skala besar dari Senayan ke KPK.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah sebagaimana dikutip Harian Kompas, Sabtu,11 Maret telah menyatakan pada Jum' at 10 Maret, Komisi Pemberantasan Korupsi tidak gentar menghadapi bantahan ataupun gugatan para politisi yang diduga menerima aliran dana pengadaan KTP elektronik tahun 2011-2012. Febri selanjutnya menyatakan KPK malah akan mengembangkan perkara ini berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan. Oleh karena beberapa nama politisi sudah disebut dalam dakwaan maka diperkirakan fakta yang terungkap di persidangan nanti akan memberitahu publik secara detail bagaimana alur dan proses yang terjadi sehingga dana korupsi dimaksud menjadi sampai ke tangan para politisi.

Pernyataan Jubir KPK tersebut mengisyaratkan bahwa bantahan maupun pengaduan para politisi dimaksud akan dijawab melalui fakta persidangan. Sepanjang yang terlihat 13 tahun perjalanan KPK masih menununjukkan  rekam jejak positif dan semua kasus yang diajukannya ke meja hijau belum pernah diputus bebas. Dalam konteks yang demikian pernyataan Febri Diansyah juga merupakan "warning" untuk seluruh politisi termasuk pejabat Kemendagri.

Frasa " tak gentar" yang dikemukakan Febri juga menunjukkan kesadaran lembaga rasuah itu bahwa akan ada serangan dari Senayan ke KPK.Seperti apakah gambaran serangan tersebut?

Kita memahami sekurang-kurangnya ada 3 kewenangan yang dimiliki DPR yaitu legislasi, budgetting dan controlling. Sesungguhnya KPK diadakan atau didirikan berdasarkan UU No 30 Tahun 2002. Komisi ini adalah lembaga ad hoc yang berfungsi untuk mencegah dan menindak tindak pidana korupsi yang dinyatakan sebaga extraordinary crime dan karenanya lah lembaga anti rasuah ini oleh UU diberi kewenangan khusus seperti penyadapan telefon/hp, operasi tangkap tangan kemudian penyelidikan, penyidikan dan tuntutan berada pada satu tangan yaitu di KPK kewenangan  penggeledahan, penyitaan, kewenangan menangkap dan menahan. \

Komisi ini juga tidak mengenal Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sehingga ketika seseorang sudah ditetapkan  sebagai tersangka maka kemungkinan bebasnya yang bersangkutan hanya satu yaitu di meja hijau. Oleh karena kewenangan khusus yang dimiliki KPK tersebut diberikan undang undang dan mengingat pembuatan atau revisi UU merupakan kewenangan legislasi DPR maka DPR akan bisa memperlemah lembaga anti rasuah tersebut melalui revisi UU No.30 Tahun 2002.
Seperti yang kita amati sudah lama sebenarnya ada keinginan dari Senayan untuk merevisi UU sekaligus untuk memperlemah KPK.

Sasaran pelemahan difokuskan kepada, pertama, kewenangan menyadap. Harus diakui selama ini berbagai kasus tindak pidana korupsi berhasil dibongkar oleh KPK karena diawali dengan penyadapan. Melalui penyadapan ini jugalah komisi anti rasuah tersebut berhasil melakukan  Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sebagaimana dinyatakan Febri Diansyah ,Juru Bicara KPK melalui detik.com /10-3, pada draft revisi yang ada ,penyadapan baru dapat dilaksanakan sesudah adanya ijin dari Dewan Pengawas KPK. Dewan inilah nanti yang akan memberi ijin kepada KPK untuk melakukan penyadapan dan penyadapan itu baru boleh dilakukan jika sudah masuk ke dalam proses penyidikan. Kalau revisi seperti ini yang dilaksanakan maka nantinya tidak akan ada lagi OTT karena selama ini sering keberhasilan OTT karena informasi yang diperoleh melalui penyadapan.Terlihatlah pengurangan kewenangan KPK dalam penyadapan merupakan upaya untuk melemahkan lembaga tersebut.

Kedua, penyidik diperbantukan dari kepolisian,kejaksaan dan penyidik pegawai negeri sipil. Artinya KPK tidak punya penyidik sendiri. Dan ketiga, Penghentian penyidikan. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan.(Sumber Majalah Tempo,Edisi 6-12 Maret 2017). Selanjutnya majalah Tempo menuturkan ,Deputi Perundang-Undangan Sekretariat Jenderal DPR Johnson Rajagukguk mendapat perintah dari pimpinan DPR untuk mensosialisasikan revisi undang undang ini ke masyarakat. Kemudian Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan revisi  undang undang KPK hanya tinggal menunggu kesepakatan dengan pemerintah. Selanjutnya Fahri menambahkan " Kalau tidak mau terjadi bencana, undang-undang itu harus diperbaiki".

Jadi sebelum disebutkannya sejumlah nama politisi pada dakwaan 9 maret ,DPR sudah lama ingin merevisi UU KPK sekaligus memperlemah kewenangannya.
Hal lain yang dapat dilakukan DPR untuk memperlemah lembaga anti rasuah itu ialah melakukan pemotongan anggaran sehingga dana yang tersedia tidak dapat menopang biaya operasional KPK.

Dengan fungsi legislasi dan budgetting yang dimilikinya maka DPR akan mampu memperlemah KPK dan semakin menarik melihat ke depan bagaimana lembaga perwakilan rakyat itu membahas revisi UU KPK terlebih lebih sesudah beberapa politisi papan atas termasuk ketua nya sendiri disebut dalam dakwaan telah menerima kucuran dana yang jumlahnya sangat besar.

Salam Persatuan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun