Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

37 Tahun yang Lalu Bung Hatta Meninggalkan Kita

14 Maret 2017   17:02 Diperbarui: 14 Maret 2017   17:16 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapakah kita yang tidak kenal dengan Bung Hatta, seorang tokoh yang bersama Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan Republik pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Bung Hatta seorang tokoh yang telah malang melintang di dunia perpolitikan ketika negeri ini masih dinamakan Hindia-Belanda. Bagi orang yang tidak memahami arti nasionalisme dan perjuangan mungkin aneh melihat sosok Bung Hatta, seorang intelektual yang kala itu masih sangat langka dan ia telah menyelesaikan pendidikan tingginya di Handels Hogereschool (Sekolah Tinggi Ekonomi di Rotterdam Negeri Belanda) tahun 1932. 

Ditengah masih langkanya kaum terdidik negeri ini termasuk dibidang ekonomi yang tentunya kalau mau mengabdi kepada pemerintah kerajaan Belanda hidupnya akan ditaburi dengan kemewahan dan kesenangan. Tapi bagi Bung Hatta bukan itu pilihannya karena tokoh ini lebih rela berjuang biarpun secara materi hidupnya harus "Menderita". Semenjak mengikuti pendidikan di negeri Belanda Bung Hatta telah masuk organisasi sosial Indische Vereniging yang kemudian menjadi organisasi politik yang pada tahun 1924 beralih nama menjadi Perhimpunan Indonesia.

Sesungguhnya Bung Hatta masuk ke sekolah tinggi ekonomi di Rotterdam pada tahun 1921 dan ia butuh 11 tahun untuk menyelesaikan study nya karena ia menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak komentar dan banyak ulasan di media massa di Indonesia. Pada tahun 1927 Bung Hatta mengikuti sidang "Liga Menentang Imperialisme, Penindasan Kolonial dan untuk kemerdekaan Nasional" di Frankfurt Jerman. 

Pada 25 September 1927 Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak dan Madjid Djojohadiningrat ditangkap oleh penguasa pemerintah belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang dikaitkan dengan Semaun terlibat pemberontakan di Indonesia yang di lakukan PKI dari tahun 1926 - 1927 dan juga dituduh menghasut supaya menentang kerajaan Belanda. Untuk ini Bung Hatta harus mendekam 3 tahun penjara di Rotterdam. Terhadap tuduhan itu semuanya di tolak oleh Bung Hatta melalui pidatonya yang terkenal "Indonesia Merdeka" pada tanggal 22 Maret 1928. Menyebut Indonesia merdeka pada tahun 1928 adalah sesuatu yang luar biasa karena harus dibarengi dengan semangat juang serta kerelaan berkorban. 

Sesungguhnya Muhammad Hatta mempunyai nama asli Muhammad Athar yang dilahirkan di Bukit Tinggi pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya Athar berasal dari bahasa Arab yang berarti harum. Selain bersekolah di sekolah umum dibawah naungan pemerintah Hindia-Belanda seperti ELS dan MULO dan kemudian lanjut ke negeri Belanda, Hatta muda juga ditempa ilmu agama sejak kecil. 

Setelah Hatta kembali dari negeri Belanda, kemudian ia ditangkap Belanda pada 25 Februari 1934 dan dibuang ke Digul dan selanjutnya ke Banda Neira. Selama dalam pembuangan ia banyak menulis di koran-koran Jakarta dan juga untuk majalah-majalah di Medan. Artikelnya tidak terlalu politis namun lebih bersifat menganalisis dan mendidik pembaca. 

Di Digul selain bercocok tanam ia juga membuat kursus kepada tahanan, Bung Hatta dari Digul membuat surat kepada iparnya dengan menceritakan nasib orang-orang buangan. Kemudian ipar Hatta mengirim surat itu ke koran Pemandangan di Jakarta lalu dibaca menteri jajahan saat itu Colijn. Colijn mengecam pemerintah dan segera mengirim residen Ambon untuk menemui Hatta di Digul. Residen memberi uang untuk Hatta tapi tokoh ini menolak dan juga meminta kalau mau ditambah supaya juga diberikan kepada pemimpin yang lain yang juga hidup dalam pembuangan. Dari Digul Hatta kemudian dipindahkan ke Banda Neira dan disana ia terus bercocok tanam dan menulis, disamping itu ia juga mengajar kepada beberapa orang pemuda.

Sesudah melewati perjalanan panjang di pembuangan dan kemudian balatentara Jepang juga menduduki negeri ini maka tibalah saat-saat untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta aktif dalam persiapan kemerdekaan Indonesia termasuk didalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan pada 22 Juni 1945 tokoh kita ini masuk panitia kecil yang disebut PANITIA SEMBILAN dengan tugas mengolah usul dan konsep para anggota mengenai dasar negara Indonesia. 

Sesuai dengan namanya panitia ini terdiri dari 9 orang di ketuai Ir. Soekarno dan anggota lainnya adalah Bung Hatta, Mohd. Yamin, Ahmad Soebardjo, A. A. Maramis, Abdul Kahhar, Muzakkir, Wahid Hasyim, H. Agus Salim dan Abi Kusno Tjokro Sujoso. Selanjutnya pada 9 Agustus 1945 Bung Hatta bersama Bung Karno diundang ke Dalat (Vietnam) untuk dilantik sebagai ketua dan wakil ketua  Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan ini bertugas melanjutkan hasil kerja  BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang kepada Indonesia, pelantikan itu sendiri dilakukan secara langsung oleh Panglima Asia Tenggara balatentara Jepang Jenderal Terauchi.

Satu hari sebelum proklamasi kemerdekaan RI Bung Hatta bersama Bung Karno diculik oleh sekelompok pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok dan kemudian dikenal sebagai "Peristiwa Rengasdengklok". Kemudian tanggal 17 Agustus 1945 terjadilah peristiwa yang sangat ditunggu-tunggu oleh rakyat Indonesia yaitu ketika Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sehari sesdudahnya pada 18 Agustus 1945 Soekarno dipilih oleh BPUPKI sebagai Presiden republik Indonesia dan Bung Hatta sebagai wakilnya. 

Ketika menjabat sebagai Wakil presiden banyak hal yang telah dilakukan Bung Hatta antara lain pada 12 Juli 1947 mengadakan kongres Koperasi pertama di Tasikmalaya yang kemudian hari itu dikenal sebagai hari Koperasi Indonesia dan Bung Hatta ditetapkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Banyak kisah duka dan suka yang dijalani oleh sosok kelahiran Bukit Tinggi ini yang kemudian ia menjadi Ketua Delegasi Indonesia pada Konfrensi Meja Bundar di Denhaag di negeri Belanda yang membuahkan hasil pada 27 Desember 1949 kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia minus Irian Barat diakui oleh Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun