Aku mengulangi siklus beracun ini dan aku tidak mau henti. Pokoknya selama aku tidak ingat akan tragedi itu aku akan baik-baik saja. Aku bermain terus sampai malam dan tidur di akhir hari.
Siklus ini berulang terus untuk satu minggu. Daripada menghadapi masalahku, aku berlari terus. Aku tidak ingin melihat atau mengingat apapun tentang tragedi itu, jadi aku terus bermain sampai aku tidak bisa ingat apapun lagi. Bagaimana aku bisa menghadapinya? Setiap kali aku memikirkannya aku merasa sedih, sakit, dan marah.Â
Aku ingin sampai suatu titik di mana aku tidak bisa mengingat apapun lagi tentang tragedi itu, jadi itulah yang kulakukan. Dengan permainanku sebagai obat, aku memilih untuk bermain terus sampai aku tidak bisa ingat apapun. Itulah yang terjadi. Di akhir minggu itu aku lupa semuanya tentang tragedi itu.
Setelah minggu itu aku melanjutkan sekolah, pelajarannya berlangsung seperti biasa seperti tidak ada yang berubah. Beberapa teman seangkatanku juga datang untuk berbicara denganku, kelihatannya lebih sering dari biasa. Seperti biasa pun, sekolah menyediakanku dengan tugas-tugas untuk di rumah.Â
Di rumah tidak banyak perubahan. Ibu dan Ayah selalu di luar rumah untuk bekerja. Aku sibuk mengerjakan tugas-tugasku, tetapi setelah aku selesai aku menjadi lebih sering menggunakan waktuku untuk memainkan permainanku. Rasanya ketika aku bermain tidak bisa dibandingkan dengan rasa lain.
Saat aku bermain, aku merasa seakan apa yang ada hanya di dalam permainan itu. Aku merasa bagai dunia asli tidak ada dan masalah-masalahnya juga. Bagai dunia itu adalah duniaku, sebuah dunia yang hasilnya selalu baik, dimana aku bisa menentukan dan membuat hasil sesuai keinginanku. Setidaknya di sini aku bisa melupakan semua masalah-masalahku. Ketidaktahuan adalah kebahagiaan.
Untuk satu minggu, hidupku berjalan seperti itu, aku tidak menganggapi masalah-masalahku. Untuk dua minggu, aku memilih untuk tidak tahu. Pada hari minggu, aku pergi lagi ke gereja. Semuanya kelihatan normal sampai dibacakan warta jemaat. Aku ingat dengan tepat apa yang dikatakan dalam warta tersebut.
"Berita duka, berikut jemaat yang telah dipanggil kembali ke Bapak mereka,"
Beberapa nama disebutkan, namun hanya satu dari nama-nama tersebut yang mengambil napasku.
"Cecilia Margaret Simanjuntak,"
"David Cristopher Hutabarat,"