Awal mula melihat dan mengenal gadang ota ini sewaktu mengajar di kelas terlihat di meja siswa coret-coretan bertuliskan 'Gadang Ota' hingga merasa tersenyum sendiri melihat coretan ini tapi ada juga rasa ingin tahu seperti apa yang disebut gadang ota.
Gadang ota merupakan bahasa yang berasa dari bahasa Minang, gadang artinya besar ota artinya bohong, bual, atau membual, disetiap daerah pasti mempunyai istilah masing-masing untuk membual dengan tujuan yang berbeda-beda, ada tujuan untuk gurau, ada bertujuan untuk mengelabui ataupun membohongi seseorang demi untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan golongan lainnya.
Gadang Ota sebenarnya punya sisi-sisi yang lain misalnya dapat melepas penat, melepas hening, melepas suntuk, dan lain sebagainya, sisi yang lain menyebutkan dapat merusak tatanan kepercayaan dan kemanahan, misalnya karena sering mengota orang tidak percaya lagi walaupun ia bersumpah sekalipun. Ini merupakan bedanya dengan Nabi Saw yang menjadi teladan kepada kita semua, Nabi Saw belum berbicara orang sudah yakin dan percaya karena jujur, Nabi sendiri dapat julukan al-amin, sedangkan orang yang sering berbohong lama-lama orang tidak percaya lagi dengannya sekalipun ia bersumpah dan mengucapkan janji-janji yang paling tinggi.Â
Bagaimana idealnya seorang dalam pergaulan sehari-hari dalam menyikapi hal tersebut, tentunya harus merujuk kepada sumber yaitu dari hadits. Nabi Saw menganjurkan kepada kita kalau tidak ada yang penting lebih baik diam, seperti dalam hadits berikut ini :Â
Dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya." (HR Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi mengatakan sebaiknya sebelum berbicara adabaiknya dipikikan dulu, kalau rasanya sudah baik barulah persilahkan berbicara, sebaiknya apabila masih ragu untuk mengatakan apakah sudah benar atau tidak lebih baik tunda dulu bicaranya.
Perlu kehati-hatian dalam setipa diri untuk melepaskan bicaranya, betapa banyak orang terjerat masuk kedalam jeruji besi gara-gara tidak mampu menjaga lidah dengan baik, kawan menjadi musuh, keluarga menjadi rusak gara-gara tak mampu menjaga lidah dengan baik, pantas kata pepatah 'mulutmu adalah harimaumu' artinya harimau diibaratkan hewan yang ganas begitu juga mulut bisa ganas layaknya bak harimau bila tidak bisa memagarinya dengan baik, baiknya juga berkaca kepada Abu Bakar al-Shiddiq  dikenal sangat hati-hati dalam menjaga lidah,  bagaimana ia menjaga mulutnya, Abu Bakar mengemut batu untuk menjaga lisannya dari perkataan-perkataan yang tidak perlu. selama 12 tahun sehingga Abu Bakar berhasil membiasakan diri untuk irit bicara. Ia tidak mengeluarkan batu dari mulutnya kecuali saat shalat, makan, dan tidur bahkan ia berdoa : "semoga diriku bisa kecuali dari zikir kepada Allah".Â
Demikian dahsyatnya para sahabat dalam menjaga lisan, trik sederhana yang dilakukan secara konsisten berujung keberhasilan. Hal ini membuktikan bahwa kuatnya power dari pengaruh lisan atau ucapan terhadap perilaku yang berefek kepada urusan dunia sampai urusan akhirat.
Dalam banyak hadits Nabi Saw tidak berhenti memperingatkan sahabat-sahabat dan umatnya agar menjaga ucapan dan apapun yang dikeluarkan dari lisan mereka. Jangan gara-gara satu kata seribu kalimat tiada berarti lagi, maksudnya kata-kata kita jadi tidak berarti lagi karena sudah tidak dipercayai orang lain lagi tak ada guna bicara lagi karena hukum sudah berjalan misalnya karena ujaran kebenciaan dan lain sebagainya.
Menurut Imam al-Ghazali yang dikutip oleh Erdy Nasrul untuk menjaga lidah tidak terpeleset diantaranya ialah pertama, jauhi perbincangan hal-hal yang tidak perlu, kedua, jaga diri dari boros berbicara dalam membicarakan apapun dengan cara yang berlebihan, biasanya ini dilakukan seseorang untuk menarik perhatian seseorang padahal tidak berguna dibicarakan. Â