Mohon tunggu...
Mara Ongku Hsb
Mara Ongku Hsb Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Mengajar membuka jendela memasukkan cahaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Minimnya Kado untuk Guru Madrasah

30 November 2024   12:37 Diperbarui: 30 November 2024   13:20 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto kado hari guru(Sumber : Pexels.com)

Sudah tiga hari berlalu hari guru,  seorang guru dimadrasah belum melihat kado spesial dari muridnya, yang ada hanyalah kado sisa dari sekolahnya yang lain. Seorang guru sebenarnya tidak meminta dan menuntut kado spesial dari muridnya atau santrinya,  tapi apa yang mendalam yang menjadi perhatian yaitu dinomorduakannya pendidikan agama dalam tradisi pendidikan. Madrasah diniyah adalah pendidikan dasar bisa dikatakan sebagai membangun pondasi ibarat membangun rumah,  kalau rumah tidak pondasi sudah pasti rumah mudah goyah,  ambruk begitulah pendidikan madrasah ia adalah pondasi yang harus dia bangun. 

Ingatkah kita sabda Rasulullah   Saw:

Rasulullah bersabda : Tahukah kalian siapa orang yang disebut mandul itu?" Orang yang mandul itu adalah orang yang tidak memiliki anak"Bukan itu orang yang disebut mandul, tetapi orang yang punya banyak anak, tetapi anak-anaknya tidak ada yang memberi manfaat kepadanya sesudah dia meninggal dunia'  (HR. Muslim no. 2608)

Hadits diatas terang sekali, memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud mandul bukanlah orang yang tidak punya anak, tapi malah punya anak yang tidak diarahkan untuk belajar agama itulah mandul sesungguhnya kata Nabi Saw, dengan begitu anak menjadi amanah bagi orang tua dari Tuhan, orang tua harus menunaikan amanah tersebut sebagaiman mestinya, orang yang menunaikan amanah itu bisa dipastikan anaknya akan menejadi saleh, anaknya akan berbakti kepadanya. 

 Sebaliknya, bila tidak bisa mendidiknya, mengurusnya siap-siap anak menjadi musuh, akan ada perpindahan kekuasaan relatif, semula orang tua yang berkuasa atas anak berbalik anak menjadi berkuasa atas orang tuanya, segala kebutuhannya harus segera dipenuhi dengan segala pikiran dan tenaga orang tua harus mampu menyiapkannya, tidak ada kata tidak bisa, tidak kata tunggu harus segera kalau tidak anak akan mengamuk dengan nada tinggi, menghancurkan perabot rumah, disinilah hilangnya makna anak yang seharusnya menjadi kasih sayang bertransformasi menjadi kasih layang.

Hal ini dalam al-Qur'an sebagai berikut : 

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taghabun [64]: 14).

Anak seharusnya kasih sayang berubah menjadi musuh, menjadi ditakuti, karena perilakunya yang sudah tidak beradab dan bersopan kepada kedua orang tua, para ulama tafsir menjelaskan maksud musuh disini adalah menjadi pihak yang menghalang-halangi jalan Allah, merintangi jalan ketaatan kepada Allah, mufasir lain menjelaskan maksud musuh disini adalah musuh yang terjadi pada hari kiamat, dimana antara orang tua dan anak antara seseorang dengan familinya tidak hanya dipisahkan, tetapi juga bermusuhan, bahkan saling gugat, saling menyudutkan, akibat hak-hak masing-masing tidak terpenuhi, kezaliman diantara mereka sewaktu di dunia.

Kalau orang tua amanah, maka anak justru sangat membanggakan dan menolong orang tua, terlebih kita perkuat pendidikan keagamaannya sehingga ia menjadi saleh maka akan terus mengalir kebaikan-kebaikan pahala-pahala kepada orang tuanya ketika sudah tiada, ketika masih ada pun akan ada kebaikan banyak yang ia rasakan misalnya ia merasa senang melihat anak-anaknya pada suskses dan berhasil semua, semuat mata menatap kesuksesan anaknya bukankah ini sebagai sebuah kebahagiaan yang tak terhingga kepaada orang tua.

Ingin mendapatkan kebahagiaan yang kompleks di dunia dan diakhirat, maka anak harus dibina jangan dibinasakan dari dini mengantarkannya ke madrasah dan selalu mengawasinya setiap saat supaya bisa terkontrol dengan baik, jangan berharap anak ingin saleh atau baik tapi tidak ada perhatian kompleks dari orang tua ini sama saja dengan pembohongan diri sendiri, kadangkala sering juga kita saksikan seorang tua menyuruh anaknya "baik-baik kalian ya", kemudian ada juga "shalat ya nak, jangan tianggalkan shalat", tapi ia sendiri tidak bersifat baik tidak mendirikan shalat sehingga si anak tidak punya contoh atau panutan untuk berbuat baik hingga anak pun tidak shalat dan tidak berbuat baik.

Selain menjadi panutan kepada anak, orang tua juga harus memuliakan guru dari anaknya supaya anak berkarakter baik, baik dalam hal besar bahkan hal terkecil sekalipun seperti bernama kado juga harus bisa memuliakan guru dengan cara atau simbol pemberian kado seorang guru bisa menilai, kalau orang tua ikhlas memulikan guru tentu akan berbalas pantun dalam arti ada feedback guru pun akan maksimal memberikan edukasi yang maksimal kepada anak didiknya, semoga menjadi i'tibar. Selamat Hari Guru Nasional Republik Indonesia. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun