Pendahuluan
Anarkisme seringkali dipahami secara keliru sebagai konsep yang hanya mendorong kekacauan dan ketiadaan aturan. Namun, dalam konteks pendidikan, anarkisme menawarkan perspektif yang unik dan inspiratif. Dalam bukunya, "Anarchism and Education," Judith Suissa menjelaskan bagaimana ide-ide yang terkait dengan anarkisme dapat memberikan pandangan berharga pada debat filosofis tentang pendidikan dan menawarkan visi yang memotivasi bagi guru dan pembuat kebijakan pendidikan. Artikel ini akan mengeksplorasi ide-ide pendidikan anarkis dan menerapkannya dalam konteks sistem pendidikan di Indonesia, terutama terkait fenomena pergantian menteri dan kurikulum yang sering terjadi.
Pendidikan dalam Perspektif Anarkisme
Anarkisme dalam pendidikan tidak berarti ketiadaan aturan, tetapi lebih kepada penolakan terhadap otoritarianisme dan hierarki yang tidak perlu. Pendidikan anarkis menekankan kebebasan, kemandirian, dan kolaborasi, serta menghargai potensi setiap individu. Dalam pandangan ini, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk menanamkan pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk individu yang berpikir kritis dan mampu berpartisipasi dalam masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab.
Judith Suissa, dalam bukunya, membedakan pendidikan anarkis dari pendidikan libertarian atau pendidikan berpusat pada anak yang sering kali disalahpahami. Pendidikan anarkis menekankan pada kolektivitas dan komunitas, serta menolak sistem yang menempatkan individu dalam kompetisi yang tidak sehat. Selain itu, pendidikan anarkis juga sangat menghargai proses belajar yang alami dan tidak dipaksakan.
Peran Pendidikan dalam Teori Anarkis
Dalam teori anarkis, pendidikan memegang peran sentral dalam menciptakan masyarakat yang bebas dan egaliter. Pendidikan dianggap sebagai sarana untuk membebaskan individu dari penindasan dan ketidakadilan. Oleh karena itu, pendidikan anarkis menekankan pentingnya lingkungan belajar yang bebas dari kontrol otoritatif dan mengutamakan kebebasan berpikir.
Anarkisme juga mengkritik sistem pendidikan yang terlalu birokratis dan berorientasi pada pasar. Suissa menyebutkan bahwa panggilan untuk pasar bebas dalam penyediaan pendidikan sering kali bertentangan dengan prinsip-prinsip anarkis, yang menekankan kesetaraan dan akses yang adil untuk semua.
Fenomena Ganti Menteri dan Kurikulum di Indonesia
Sistem pendidikan di Indonesia sering kali mengalami perubahan signifikan setiap kali terjadi pergantian menteri pendidikan. Setiap menteri baru cenderung membawa visi dan misinya sendiri, yang berujung pada perubahan kurikulum. Fenomena ini menunjukkan ketidakstabilan yang dapat mengganggu proses belajar-mengajar di sekolah-sekolah.
Misalnya, pada era Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy, fokusnya adalah pada penyederhanaan kurikulum dan penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) secara lebih luas. Kemudian, saat Anies Baswedan menjabat, Kurikulum 2013 (K13) mendapatkan penekanan pada pendidikan karakter dan penguatan kompetensi. Terakhir, di era Nadiem Makarim, muncul kebijakan Merdeka Belajar yang menekankan pada fleksibilitas dan inovasi dalam proses belajar mengajar