Jontona, sebuah desa yang baru saja ditetapkan sebagai Desa Budaya di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Desa ini terkenal karena terletak di lereng gunung berapi aktif Ile Lewotolok dan menjadi yang pertama di Lembata yang mendapatkan predikat Desa Budaya dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia.
Sebagai seorang traveler yang gemar menjelajah tempat-tempat eksotis, saya memutuskan untuk mengunjungi DesaMenuju Jontona
Perjalanan dimulai dari Jakarta. Untuk mencapai Jontona, saya terlebih dahulu harus terbang ke Kupang, ibu kota NTT, dengan biaya sekitar Rp 1.500.000 untuk tiket pesawat pulang-pergi. Dari Kupang, saya melanjutkan perjalanan ke Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata, dengan penerbangan lanjutan yang memakan biaya sekitar Rp 700.000 sekali jalan. Alternatif lain adalah menumpang kapal feri dari Larantuka di Flores, yang lebih ekonomis, dengan harga sekitar Rp 200.000, namun memakan waktu lebih lama, sekitar 8 jam.
Setibanya di Lewoleba, perjalanan dilanjutkan dengan mobil sewaan menuju Desa Jontona. Biaya sewa mobil per hari sekitar Rp 500.000. Perjalanan darat dari Lewoleba ke Jontona menawarkan pemandangan yang memukau, melewati hamparan perbukitan, pantai yang indah, dan hutan yang masih alami.
Keindahan Alam dan Budaya Jontona
Desa Jontona terletak di lereng Ile Lewotolok, gunung berapi aktif yang menjulang megah. Pemandangan dari desa ini sungguh menakjubkan. Dikelilingi oleh kebun-kebun hijau dan ladang yang subur, serta panorama laut yang membentang luas di kejauhan, suasana di Jontona begitu tenang dan damai. Masyarakat di sini sangat ramah dan selalu menyambut pengunjung dengan senyuman hangat.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Kebudayaan Kabupaten Lembata, Apolonaris Mayan, menjelaskan bahwa Jontona dipilih sebagai Desa Budaya karena berbagai alasan, salah satunya adalah keberadaan Kampung Adat Lewuhala yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Desa ini juga terletak di sekitar Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional dan jalur rempah, yang menambah nilai sejarah dan budaya. ( bdk. https://koranbekas.com/2024/05/27)
Selama di Jontona, saya berkesempatan menyaksikan berbagai ritual adat dan olahraga tradisional seperti Nodihi', yang pernah dipentaskan di Pekan Kebudayaan Nasional tahun 2023. Melihat bagaimana masyarakat Jontona menjaga dan melestarikan budaya mereka adalah pengalaman yang sangat menginspirasi. Budaya lokal di sini bukan hanya dipertahankan, tetapi juga diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Pentingnya Program Desa Budaya
Kemendikbudristek RI telah mengumumkan 245 Desa Budaya terpilih dari seluruh Indonesia untuk mengikuti kegiatan Pemajuan Kebudayaan Desa Tahun 2024, dan Jontona menjadi satu-satunya desa dari Kabupaten Lembata yang lolos seleksi. Program ini bertujuan untuk membuka akses informasi, jaringan, dan pasar bagi masyarakat desa, serta melibatkan tiga tahapan kerja: pendampingan proses temukenali, penyusunan rencana aksi pengembangan, dan aktivasi pemanfaatan potensi budaya desa.
Apol Mayan berharap bahwa dengan ditetapkannya Jontona sebagai Desa Budaya, desa ini bisa menjadi desa mandiri yang mampu meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya di tengah peradaban dunia. Krisantus Boro, seorang penggiat budaya Lamaholot, telah ditetapkan sebagai Daya Desa Jontona. Ia diharapkan dapat memimpin berbagai upaya untuk menumbuhkembangkan potensi budaya desa ini.