Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Lainnya - Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pramuka, antara Warisan Berharga dan Ancaman Kehilangan Karakter?

14 April 2024   17:38 Diperbarui: 14 April 2024   17:46 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kecil, saya telah dibekali dengan pengalaman tak terlupakan dalam kegiatan Pramuka. Mulai dari usia kelas 3 SD, saya telah merasakan momen magis di perkemahan di halaman sekolah, yang telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam ingatan saya. Di sinilah saya belajar bukan hanya keterampilan praktis seperti memasak nasi dengan kayu bakar, tetapi juga nilai-nilai dasar keberanian dan kerjasama.

Tak bisa diremehkan, pengalaman memasak nasi di alam terbuka bagi saya adalah sebuah pencapaian besar. Di hadapan api yang berkobar, kami belajar untuk bersabar dan bekerja sama agar nasi matang dengan sempurna. Pembina kami memainkan peran penting sebagai pemandu yang bijaksana, mengajarkan kami teknik-teknik sederhana yang menjadi dasar dari kemandirian.

Namun, tak semua momen dalam perjalanan Pramuka adalah cerita yang menyenangkan. Salah satunya adalah ketika kami menjelajahi pemakaman dalam kegiatan mencari jejak. Sebuah pengalaman menegangkan bagi anak-anak seusia kami. Namun, di balik ketakutan itu, kami belajar untuk menghadapi rasa takut dan menemukan keberanian di dalam diri kami. Sejak saat itu, saya tidak lagi merasa canggung atau takut saat mengunjungi makam keluarga, bahkan pergi sendiri tanpa pendamping.

Pramuka, bagi saya, bukan hanya sekadar kegiatan ekstrakurikuler, tetapi sebuah warisan berharga yang membentuk karakter. Melalui kegiatan ini, saya belajar nilai-nilai kemandirian, tanggung jawab, dan kerjasama, yang menjadi pondasi dari kepribadian yang kuat dan bertanggung jawab.

Kini, dengan dicabutnya Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, banyak yang bertanya-tanya apakah ini angin segar atau kemunduran. Bagi saya, ini justru membuka ruang bagi sekolah untuk mengembangkan karakter, minat, dan bakat murid dengan lebih kreatif dan fleksibel.

Namun, pencabutan ini juga membawa tantangan bagi satuan pendidikan. Sekolah dituntut untuk mampu merumuskan program pengembangan karakter yang komprehensif dan menarik bagi murid. Selain itu, dibutuhkan pula tenaga pengajar yang kompeten dan pelatihan yang memadai untuk memastikan program tersebut berjalan dengan efektif.

Meskipun Pramuka tidak lagi diwajibkan, saya tetap percaya bahwa warisan dan nilai-nilai yang ditawarkannya tetap relevan. Saatnya bagi pendidikan untuk berinovasi dan memanfaatkan momentum ini untuk menciptakan generasi yang tangguh, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia, yang siap menghadapi tantangan masa depan. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun