Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Lainnya - Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penerapan Design Thinking dalam Merancang Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

7 Agustus 2023   21:37 Diperbarui: 7 Agustus 2023   21:46 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang menjadi pembeda dari Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum lain dalam sejarah pendidikan Indonesia adalah adanya Proyek Penguatan Profil Pelajaran Pancasila ( P5). Namun apakah kita tahu apa tujuan dari P5 tersebut? Ini adalah sebuah pertanyaan substansial yang mesti dijawab  sebelum kita menerapkan di setiap Satuan Pendidikan masing-masing. 

Dua tujuan besar dari Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah: 1) Pencapaian Standar Kelulusan dalam hal penanaman karakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan 2) meningkatkan kompetensi abad 21. 

Dari tujuan besar besar tersebut, harapannya adalah Pelajar Indonesia memiliki kompetensi untuk menjadi warga negara yang demokratis serta menjadi manusia unggul dan produktif di Abad ke-21. 

Oleh karenanya, Pelajar Indonesia diharapkan dapat berpartisipasi dalam pembangunan global yang berkelanjutan serta tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan. 

Dunia sudah berubah! Apakah pola pembelajaran juga harus diubah? Jawaban dari pertanyaan ini mengajak kita untuk berdiskusi tentang social emotional learning skill dan keterampilan hidup untuk menghadapi perubahan dunia. Ya, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila mesti mengarah ke kompetensi-kompetensi berikut. 

Pelajar Indonesia tidak hanya butuh kompetensi 4C yakni Collaboration, Communication, Creative and Critical Thinking. Pelajar Indonesia seharusnya melengkapi diri dengan kompetensi 6C. Enam kompetensi itu antara lain Character, Citizenship, Collaboration, Communication, Creativity, and Critical Thinking.

Dalam kaitannya dengan penerapan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, saya merefleksikan kompetensi 6C dalam 2C yang berbeda. Saya berpikir bahwa 4C itu ini akan berjalan dengan baik jika pelajar Indonesia sejak awal diberi kemerdekaan berekspresi dalam pembelajarannya. Maka C yang pertama seharusnya Choice atau pilihan. Dan C yang keenam adalah Compassion. 

Lengkapnya adalah Choice, Collaboration, Communication, Creativity, and Critical Thinking and Compassion. Compassion ini akan menjadi spirit merancang projek dengan pola design thinking


Design Thinking sebagai Pola Rancangan Projek

Projek penguatan profil pelajar Pancasila adalah salah satu sarana pencapaian profil Pelajar Pancasila. Sebagai sarana pencapaian, tentu saja projek ini mesti dirancang secara baik dan sistematis, agar kompetensi yang mau dibangun dapat tercapai secara maksimal. 

Oleh karena itu butuh strategi-strategi penerapan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dengan konsep berpikir Design Thinking. Design thinking di sini adalah sebuah pola/tahap berpikir merancang projek tersebut.

Design thinking ini sendiri bukan merupakan sebuah istilah baru dalam dunia pendidikan. Bahkan konsep menerapkan pendekatan desain untuk pemecahan masalah secara kreatif sudah lama diperbincangkan para ahli sejak tahun 1960-an. Para ahli saling menyumbang pemikirannya, sehingga terbentuklah konsep design thinking. 

Design Thinking adalah sebuah tahapan berpikir yang runut. Hal ini bisa kita temukan dalam bukunya John E. Arnold yang berjudul “Creative Engineering”. Dia pertama kali mengemukakan istilah design thinking. Design thinking ini terus berkembang seiring perjalanan waktu dan mendapatkan penyempurnaan dari berbagai ahli. 

Berikut adalah 5 tahap berpikir ( design thinking) yang sering digunakan.

1. Empathize

Tahap ini disebut sebagai tahap yang krusial, dimana tugas Guru harus membangun empati pelajar  terhadap isu atau persoalan-persoalan yang sedang dihadapi. Isu dan personal itu baik yang ada di sekitar mereka atau di luar lingkungan mereka yang mereka baca atau dengar dari berbagai sumber. 

Berhadapan dengan berbagai isu atau persoalan tersebut, pelajar dibangunkan rasa ingin tahunya lewat kemampuan menanya. Kunci pertanyaannya adalah, what, why dan how. Tugas guru adalah memberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik agar pelajar bisa bereksplorasi lebih dalam. 


2. Define

Tahap kedua adalah tahap pengumpulan data. Berlandas pada empati yang telah terbangun pada tahap pertama, kemampuan mengumpulkan data pada tahap ini diharapkan bisa diperoleh sebanyak-banyaknya. Pengumpulan data ini tanpa ada ada penilaian tertentu. Setelah dianggap cukup datanya, guru mengajak pelajar untuk merumuskan  problem statement. 

Para murid distimulasi untuk mengeksplorasi pengetahuan mereka dari berbagai sumber demi mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Harapannya guru berperan sebagai coach dan menahan diri untuk memberi nasihat apalagi membantu merumuskan masalah. Guru mengajak pelajar lewat pertanyaan-pertanyaan pemantik saja agar rumusan masalahnya lebih otentik.

3. Ideate

Tahap ketiga, adalah pelajar diajak untuk mulai menyusun ide-ide kreatif sebagai solusi masalah. Menyusun ide-ide kreatif ini  perlu didukung cara berpikir out of the box. Salah strategi yg bisa digunakan guru untuk mengajak pelajar berpikir out of the box adalah dengan menggunakan mind mapping. Tujuan dari mind mapping ini agar pelajar bisa diajak untuk berpikir secara utuh. 

4. Prototype

Tahap keempat, pelajar diminta untuk memilih satu atau lebih ide yang menurut mereka  paling brillian . Guru mendampingi pelajar agar bisa  menjadikan ide itu nyata (membuat visualisasi) agar lebih terbayang. Boleh juga melanjutkan dari tahap ketiga yakni mempertegas mind mappingnya, agar konsep berpikirnya semakin terlihat utuh.

5. Test

Tahap kelima, guru mengajar pelajar untuk menguji prototype. Tujuannya adalah agar pelajar dapat memperoleh hasil yang maksimal. Hal penting yg perlu diingat pada tahap ini adalah ide yang sudah diuji itu bukan garis finish atau hasil final. Ide itu masih bisa diproses ulang jika ditemukan hal-hal yang belum sesuai. Prosesnya  bisa diulang kembali entah mulai dari tahap satu atau tahap kedua.


Semoga dengan menerapkan konsep design thinking ini solusi yang dibuat berdasarkan pemahaman yang matang dapat memberi kontribusi meluas. Tidak hanya sebatas ruang kelas namun semua warga sekolah, tidak hanya untuk keluarga namun untuk semua ekosistem pendidikan. Dan dengan penerapan design thinking dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Guru sungguh mengarahkan pelajar belajar berbasis projek bukan belajar mengerjakan projek. 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun