Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

"Artificial Intelligence" untuk Melindungi Hutan

22 September 2020   22:21 Diperbarui: 4 Oktober 2020   03:47 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap area yang telah dibagi habis ke dalam 4 pos pelindungan ini tentunya memiliki ciri khasnya masing-masing. Misalnya, area Pos Alpa karena dekat dengan wilayah transmigrasi bentuk tekanan atau kejahatan kehutanan yang paling sering muncul adalah pembukaan lahan dan balak liar.

Berbeda dengan area penjagaan Pos Delta. Pada Pos Delta tekanan atau kejahatan kehutanan yang paling sering muncul adalah perburuan satwa dan wilayah jelajah gajah. 

Masuknya gajah ke lahan pertanian penduduk dapat menempatkan gajah pada situasi rawan di racun atau dilukai oleh penduduk yang marah karena tanamannya diacak-acak oleh gajah.

Perburuan marak di area Pos Delta misalnya karena terdapat pasar penampung satwa liar yang berjejaring hingga ke luar daerah. Hal-hal semacam ini menjadi acun untuk menentukan respon atau tidakan perlindungan hutan.

Pembuatan grid mempermudah untuk melacak alamat terjadinya kasus kejatahan kehutanan dan dapat dipakai dimasa yang akan datang untuk melihat histori kejahatan kehutanan pada grid tertentu.

Smartphone yang menggunakan aplikasi change alert akan menyediakan data luas lahan, foto pelaku (jika ditemukan di lokasi/tertangkap tangan), bentuk barang bukti, dan informasi lain yang relevan.

Tersedinya data ini membuat corrective action pada kasus-kasus kejahatan kehutanan dapat direspon lebih cepat, semakin cepat semakin baik. Penanganan masalah yang berlarut-larut dapat menimbulkan persepsi pada pelaku kejahatan kehutanan bahwa tidak ada masalah yang mengacam atas tindakan kejahatan kehutanan yang dilakukannya (pembalakan liar, pembukaan hutan untuk lahan budidaya, perburuan, dsb).

Pemanfaatan artificial intelligence lainnya adalah drone untuk memeriksa secara cepat dan efisien lahan yang terbuka, penggunaan drone akan menghemat waktu jika dibandingkan dengan melakukan pengecekan dengan mengeliling area menggunakan GPS (global positioning system).

Belakangan ini telah dikembangkan juga teknologi yang dapat mengidentifikasi kegiatan illegal logging dan perambahan hutan dimana alat yang dipasang dapat mengenali jenis suara yang digunakan pelaku kejahatan kehutanan kemudian teknologi AI yang digunakan mengirim koordinat, jenis alat yang digunakan ke smarphone satuan perlindungan hutan, sehingga dapat dilakukan tindakan tangkap tangan dan atau pencegahan dini sebelum kerusakannya bertabah besar.

Bagian yang tidak terpisahkan dari strategi ini adalah mengendalikan akses, baik akses jalan maupun akses sungai. Tidak ada kejahatan kehutanan yang bisa terjadi tanpa menggunakan akses, kecuali kebakaran hutan dan bencana alam. Kebakaran hutan pun, berdasarkan riwayat sebelumnya, 99% disebabkan oleh manusia. ***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun