Desember sudah masuk minggu kedua, perayaan-perayaan Natal sudah mulai. Waktu efektif tersisa tinggal 10 hari lagi. Ada beberapa resolusi tahun 2019, tiga dari resolusi itu mungkin tidak terwujud. Satu bahkan sudah jadi tomat busuk.
Sesuatu yang sudah direncanakan namun tak terwujud atau terwujud namun hasilnya tak memuaskan, hal semacam itu saya sebut "tomat busuk".Â
**
Satu Tomat BusukÂ
Tahun lalu tetangga satu kompleks perumahan menawarkan tanahnya. Tanah kebun lahan kering seluas 1 hektar yang sementara tidak diusahakan. Istrinya Pegawai Negeri Sipil, dia sendiri punya usaha rumahan buat roti-roti buatannya lumayan laris serta dipasarkan tidak jauh-jauh, di Kota Marisa dan sekitarnya saja.
Saat ditawarkan pertama kali, saya tidak langsung bilang iya. Soalnya, saya punya pengalaman pahit beli tanah namun bermasalah. Hal itu membuat saya ekstra hati-hati, ternyata banyak tanah di sekitar Kota Marisa Kabupaten Pohuwato Propinsi Gorontalo yang statusnya masih tanah "budel" (tanah warisan yang belum dibagi).
Kali kedua, beliau menanyakan lagi, apakah serius membeli tanahnya. Demi menjaga perasaan serta karena istrinya saya kenal baik, saya coba "korek-korek" dulu mengapa tanah itu di jual.
Menurutnya, tanahnya ada 4 tempat, dia tidak bisa mengurusnya. Tanah yang hendak dijual pernah digarap orang lain, ditanami jagung namun bagi hasilnya tidak memuaskan.Â
Uang penjualan tanah itu rencananya akan dibelikan tanah lagi karena ada orang yang menawarkan tanah yang lebih murah, satu hamparan dengan tanahnya yang lain. Alasannya masuk akal.
Saya tanya lokasi tanah itu, disebutkan di Desa Teratai Kecamatan Marisa--dekat dengan unit daur ulang plastik UPST Kota Madani yang kami operasikan awal tahun ini [dapat dibaca pada tautan ini].
Otak saya langsung berputar-putar, saya ingin tanah itu, tapi belum cukup uang untuk membayar sebesar yang beliau tawarkan.
Hal yang saya pikirkan adalah saya bisa memanfaatkan kompos yang melimpah-limpah di UPST (unit pengolahan sampah terpadu) buat usaha ternak kambing di lahan itu dengan sistem tanaman pakan intensif.Â
Pupuk kompos dari UPST hampir gratis, setiap hari ada. Jangankan untuk satu hektar untuk 50 hektar pun masih cukup. Sabtu dan minggu libur kerja dan saya masih bolak-balik untuk mensupervisi unit pengolahan sampah plastik yang baru kami launching. Bintang Kejora!
Saya langsung janjian untuk cek sama-sama tanah kebun itu. Hasil cek lapangan sebagai berikut: bentuk tanah agak miring, pagar kebunnya sudah compang-camping, air susah (tadah hujan), serta ada banyak sapi penduduk berkeliaran di sekitarnya. Sebagian pagar menggunakan pagar hidup pohon gamal. Kambing!
Iya, ternak kambing cocok. Makanan kambing adalah gamal, lamtoro, kaliandra mungkin sedikit nutrisi tambahan. Kalau usaha ternak kambing dilakukan saya ngak punya waktu untuk memberi makan dan merawat kambing itu setiap hari, hanya sabtu dan minggu punya waktu mengurusnya, kalau jadi.
Saya ingat satu model pengelolaan lahan yang sangat keren di satu desa, di mana saya biasa melakukan kerja lapangan. Daerah transmigrasi hemat lahan (alokasi tanah hanya 1-1.5 hektar per KK) di Kecamatan Taluditi Kabupaten Pohuwato Propinsi Gorontalo.
Kemudian saya menemui Bapak itu dan menyampaikan terus terang tidak punya uang cukup untuk membeli tanahnya, namun saya punya ide untuk membuat lahan itu menghasilkan uang. Kalau setuju, dia hanya perlu izin untuk tanahnya saya pakai dengan sistem sewa per 4 tahun. Ia setuju.
Saya coba memformulasi semua pengetahuan yang ada dan menyusun konsep bisnisnya. Lalu membuat desain kebun dan unit-unit usaha dalam unit lahan yang sama teritegrasi dalam sistem "usaha ternak kambing intensif terpadu".
Desain ternak kambing tanaman pakan intensif terpadu
Lahan saya bagi 10 shaf dan 10 baris masing-masing kotak 10 x 10. Shaf pertama saya labeli dengan A1-A10, shaf ke-2 B1-B10, dan seterusnya.Â
Shaf A1- A10 didesain untuk kandang (tanah itu miring, saya pikir kandang lebih baik di atas, agar urine kambing mengalir ke bawah serta kotorannya mudah digaruk ke bawah).
Shaf kedua yakni B1 - B10 ditanam pakan kambing dengan sitem selang-seling. Jenisnya tiga yakni gamal, lamtoro, serta kaliandra. Masing-masing petak sebanyak 100 batang (per kotak 10 m x 10 m).
Pada interior kebun, dibangun pondok kerja untuk pekerja yang mengurusnya  dengan ukuran pondok 6 meter x 6 meter dengan pekarangan 4 meter x 4 meter.Â
Pekarangan itu direncanakan ditanami jahe, kunyit dan pisang. Jahe dan kunyit dapat ditanam di lahan terbuka dan bisa diperlakukan sebagai tanaman bawah tegakan.
Ada embung 3 unit (air susah sehingga perlu embung) yang penempatannya di sisi pojon pondok untuk menampung air hujan. Satu kandang ayam sistem umbaran (semi lepas liar) luasnya dua petak (10 meter x 20 meter).
Jumlah kambing yang direncanakan masuk dalam sistem ini 5 indukan dan 1 pejantan (5:1) rencana pengembangan untuk 50 bulan lihat gambar 2.
Jumlah pakan yang dihasilkan dari sistem adalah 600-1.000 tangkai per hari dan jumlah itu dihitung cukup untuk rencana pengembangan usaha 50 bulan.
Pemanfaatan tepian adalah untuk tanaman hias palem raja sebanyak 800 pohon, input usaha untuk ini polybag saja. Tenaga kerja dan pupuk bagian dari sistem.
Rencana usaha 50 bulan (empat tahun)
Output usaha
Gambar di atas menunjukkan 3 hasil dari sistem ternak kambing tanaman intensif terpadu yakini:
- Hasil I adalah jual anakan kambing usia 3-4 bulan serta susu kambing dengan nilai Rp 291.900.000 selama 50 bulan atau 4 tahun.
- Hasil usaha II adalah dari tanaman (palem hias, kunyit dan jahe) senilai 40.600.000 selama 50 bulan atau 4 tahun.
- Hasil dari ternak ke-2 atau ayam adalah 7.000.000 selama 50 bulan atau 4 tahun.
- Total dari sistem ini adalah 339.500.000 atau 84.875.000 per tahun atau 7.072.000 per bulan.
Dengan semua effort dalam sistem ternak kambing tanaman intensif terpadu, memang masih layak untuk dikerjakan namun tidaklah fantastis. Sekira pembaca menemukan kekeliruan dalam desain usaha ini, mohon kasih tahu di kolom komentar. Saya akan mempertimbangkan untuk mewujudkan ini jika hasilnya memuaskan.
Apa yang sudah dilakukan?
Untuk mewujudkan rencana usaha ini, tanaman pakan sudah siapkan namun baru 300 batang yang sempat ditanam, lainnya (membangun kandang, pembelian ternak, pembuatan pagar keliling belum sempat diurus).
Mengapa jadi tomat busuk?
Sekitar April 2019 saya diminta untuk pindah ke Sumatera dan mengahiri kontrak kerja di Program Gorontalo untuk menempati pos barus di Sumatera, Jambi.Â
Adaptasi dengan pekerjaan baru serta turbelensi dari situasi bolak-balik Jambi-Gorontalo membuat saya tidak bisa fokus lagi mewujudkan rencana ini. Sewa tanah untuk empat tahun saya cancel. Ini jadi tomat busuk pertama saya tahun ini :(Â
Dua tomat mungkin busuk
Dua resolusi tahun 2019 yang mungkin busuk adalah (1) penerbitan buku dan (2) menyelesaikan taman rumah yang belum rampung.
Penerbitan buku saya direncanakan bisa terwujud tahun ini, posisinya masih draf ke-3. Isi buku sudah selesai serta sudah ada kata pengantar dari senior yang namanya cukup dikenal di dunia ilmu sosial terapan. Selain karena pindah tugas dari Gorontalo ke Jambi, belum ada penerbit yang cocok dengan skema yang diharapkan. Calon tomat busuk.
Taman pekarangan belum rampung. Sedikit sisa tanah di gubuk kami yang kecil sedianya didesain untuk kebun permakultur yakni berkebun di pekarang dengan tanaman yang kami perlukan untuk kebutuhan sehari-hari. Seperti, bayam, kangkung, cabe, daun bawang, dan tomat. Pandu anjing kami juga beranak, anaknya sering mengajah-ajak tanaman. Ini juga calon tomat busuk.
Melunasi
Tomat busuk pertama sudah mustahil bisa diselamatkan tahun ini. Tanah itu bisa saja sudah dijual pemiliknya.
Dua tomat calon busuk masih mungkin diselamatkan dengan menempatkannya sebagai prioritas di tahun 2020, namun sebenarnya sudah jadi tomat busuk jika ukurannya terwujud di tahun 2019.Â
Namun, tahun depan rencana penerbitan buku ini bisa tomat busuk lagi kalau tidak diet traveling. Merampungkan taman sisa akhir tahun atau awal tahun 2020 masih mungkin dilakukan
Jadi Mengapa Pakai Istilah Tomat Busuk?
Di belakang sebuah tomat yang matang merah ada pekerjaan mencangkul, menyemai bibit, menanam, memelihara, memupuk, dan memanen. Jika tomat itu tidak laku---mengandaikan tomatnya dijual, maka akan jadi tomat busuk nasibnya jadi sampah.Â
Jika sebuah tomat tidak sudah dibeli atau dihasilkan sendiri (tanam sendiri) namun tidak dimakan, entah lupa atau alasan lain sehingga membusuk, maka nasibnya juga akan jadi sampah.
Bagaimana kalau tulisan yang tidak jadi artikel pilihan? Itu termasuk tomat busuk juga sebenarnya :) . Belajar dari banyak tomat busuk sebelumnya (tulisan), saya belajar lagi menulis artikel yang enak dibaca karena tulisan jenis artikel pupuler. Biasa dengan laporan teknis, back to office report (BTOR), Minute of Meeting (MoM) atau prosiding, menulis popular perlu adaptasi dan belajar menulis yang enak di baca. Kalau tidak, hukumannya jelas, ngak dibaca orang tulisannya :) . ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H