Mengekpresikan diri melalui sebuah tulisan disebut-sebut belum banyak dilakukan orang Indonesia. Banyak media menyebutkan orang Indonesia malas membaca apalagi menulis. Tapi anggapan tersebut sebenarnya keliru. Orang Indonesia justru sangat gemar membaca dan menulis.
Sejarah mencatat, sejak lama leluhur bangsa Indonesia sudah suka menulis. Banyak prasasti-prasasti yang ditemukan di sejumlah tempat menunjukkan sejak lama bangsa Indonesia mencatat aktivitasnya dalam sebuah dokumen.Â
Tidak hanya prasasti-buku-buku kuno yang menceritakan banyak hal, mulai dari kisah-kisah pewayangan, ajaran-ajaran agama hingga tata negara banyak tersimpan. Di NTB untaian daun lontar berisi hikayat dan kidung masih banyak tersimpan dan kerap dibacakan hingga saat ini dalam prosesi adat tertentu.
Tingginya minat menulis, dan tentu saja membaca, bangsa Indonesia tempo dulu, juga tergambar dari beragamnya bentuk tulisan. Bahkan dalam satu provinsi, kita bisa menjumpai beberapa ragam bentuk tulisan kuno dan tentu saja, bahasa kuno yang menyertainya.
Bagaimana dengan sekarang? Tentu saja, keinginan berekspresi dalam bentuk menulis juga msih tergambar dalam diri bangsa kita. Setidaknya hal ini terlihat dari tingginya aktivitas warga Indonesia "berselancar" di situs jejaring sosial. Indonesia tercatat sebagai pengguna facebook maupun tweeter yang paling banyak dan paling aktif di dunia.Â
Forum-forum dunia maya lainnya juga banyak dimotori pengguna internet asal Indonesia. Belum lagi dihitung sangat aktifnya situs-situs internet asal negeri ini, baik situs pemberitaan maupun situs lainnya.
Demikian halnya dengan aktivitas komunikasi dengan menggunakan ponsel. Warga Indonesia tercatat sebagai orang yang paling aktif menggunakan ponsel, terutama untuk ber-sms.
Orang Indonesia juga sebenarnya sangat aktif menulis, terutama di media massa. Sejumlah media massa nasional, selalu saja kebanjiran tulisan. Tak heran, media harus melakukan seleksi ketat terhadap tulisan-tulisan yang masuk setiap harinya, sehingga tidak semua tulisan bisa diterbitkan media. Jika dalam sehari saja ada 100 tulisan yang tertolak, bisa dibayangkan, berapa banyak artikel dan tulisan yang ditolak dalam satu tahun.
Namun hal tersebut tidak menyurutkan minat menulis bangsa Indonesia. Tiap tahun, jumlah penulis yang mengirimkan artikelnya di media massa terus bertambah.Â
Sebagian besar dari mereka tidak terlalu mengharapkan fee dari tulisan yang dimuat, yang besarnya hanya sekitar ratusan ribu rupiah saja untuk satu tulisan. Namun eksistensi dan kebanggaan tulisannya bisa diterbitkan dan "mengalahkan" banyak penulis lain menjadi tujuan utama.Â
Bagi mereka yang tulisannya tidak bisa termuat di media massa, kadang mengirimkan artikelnya itu dalam forum-forum penulis, seperti kompasiana dan sebagainya.