Sesekali kita memang perlu mengingat bahwa aku dan engkau adalah kami.
Karena pada hari-hari biasa, kita begitu sibuk dengan diri-sendiri. Lebih-lebih dunia kita begitu riuh oleh kegenitan, kekasaran, dan kedangkalan yang tak tentu arah. Tak heran jika hingar-bingar semacam itu semakin menegaskan keterasingan kita, bahkan dengan diri sendiri.
.
Sesekali kita memang perlu mendeklarasikan ikatan kekamian tersebut dengan lantang.
Karena banyak kejadian yang membuat kita merasa bersatu, namun kebanyakan hanya sebatas permukaan. Bahkan persatuan kita itu acapkali hanya berdasarkan keluhan dan kekecewaan, bukan harapan dan cita-cita. Jika kesamaan tanah-tumpah-darah, kebangsaan, dan bahasa persatuan itu tidak cukup untuk memperkokoh rasa kekamian kita, barangkali kita perlu melakukan pembaruan.
.
Dari mana lagi pembaruan itu dimulai kalau bukan dari penglihatan kita sendiri ?
Segala informasi yang kita butuhkan sesungguhnya sudah diserakkan, namun seringkali mata kitalah yang tidak in-formation, yakni tidak berada dalam formasi yang tepat. Ketika kita berpihak pada warna biru, maka segala yang biru sajalah yang tampak di mata kita. Dan ketika kita memfavoritkan gaya bahasa tertentu, gaya yang berbeda akan terlewatkan dari pengamatan kita.
Bagaimana mungkin mengharapkan penyegaran, jika kita tidak membuka diri ?