Jika perempuan itu menikah sejak 23 tahun lalu, dan dalam setahun ia menikah 3 kali, berarti sekarang suaminya berjumlah 23 x 3 =... Hush ... ;-) Ini bukan soal matematika, teman. Ini soal sejarah. Tepatnya sejarah pernikahan seseorang yang terjadi pada sebuah tahun. Dan tahun yang kumaksud itu amat spesifik, yaitu 1989. Mengapa tahun itu istimewa ? Tentu saja setiap hari adalah hari yang spesial, sebenarnya. Namun bagi perempuan yang akan kukisahkan berikut ini, ada 3 di antara 365 hari dalam tahun tersebut yang amat tak biasa, bukan hanya karena terkait dengan sejarah pribadinya, melainkan juga karena terkait dengan ...sejarah dunia. Yang pertama adalah 14 Juli 1989. Tanggal itu sebenarnya terpilih karena alasan klasik, yaitu karena sebuah keyakinan bahwa hari sekitar Idhul Adha (Hari Raya Korban) adalah hari-hari baik yang terbaik.  The bestest lah bahasa gaulnya. Jadi setelah hari ini mengorbankan kambing, besoknya kita bisa sekalian mengorbankan ...kebebasan ;-). Begitu mungkin rencananya. Yang jelas semua senang, karena persiapan makanan untuk perhelatan bisa menumpang pada acara pengorbanan para kambing tadi.Bahkan sempat ada yang curiga, jangan-jangan di baliknya ada pemikiran untuk ...memberi kesempatan ekstra pada para kambing menambah jasa dan pahala ! ;-) Tentu saja aku hadir pada acara tersebut. Tidak banyak tamunya. Karena para mempelai sepakat bahwa pernikahan ini dilakukan dengan tujuan utama yang amat khusus, yaitu menyenangkan seorang ayah yang memiliki kebutuhan khususuntuk menikahkan sendiri gadisnya pada tanggal yang ia pilih secara khusus. "Untuk pernikahan kecil ini, tak perlulah mengundang banyak orang. Khususkan sajalah sebagai acara keluarga.Kalian bisa merencanakan sebuah resepsi untuk mengundang tamu yang lebih banyak nanti", kata sang ayah. Semua pihak, termasuk calon pengantin, senang-senang saja menurutinya. Lagi pula, apa salahnya ? Menikah itu kan pengalaman menarik, lebih-lebih jika dilakukan orang-orang yang sedang jatuh cinta. ;-) Ya, aku sendiri adalah tamu khusus dalam acara yang amat pribadi tersebut. Sang ayah tampak begitu siap dengan semua ritual yang akan dia perankan. Wajahnya begitu puas setelah ucapan sumpah dan komitmen -yang diiringi jabat tangan antara mempelai pria dan calon mertuanya itu- berjalan lancar. Begitu singkatnya, terlalu singkat malah. Sangat tak sebanding dengan lamanya waktu berdandan yang telah dilaluisang mempelai perempuan !(Bukan karena dandanannya spesial, tapi karena ada pernak-pernik tak biasa yang membuat proses berdandannya seheboh pramuka yang akan kemping di halaman sekolah ...) "Jadi tak ada yang tanya pendapatku ?Kok tidak ada pertanyaan yang kujawab dengan "I do" seperti yang kulihat pada ijab-kabul versi Kristiani ... ", gerutu sang mempelai perempuan segera setelah ritual itu berakhir singkat hampir tanpa melibatkan dirinya. (Huh. Itulah akibatnya kalau terlalu banyak menonton film !) Mestinya situasi itu membuat orang tertawa. Mana ada perempuan normal yang membuat celetukan bodoh di akhir upacara pernikahannya ?Untungnya tak ada yang memperhatikan, karena orang-orang lebih sibuk menyembunyikan genangan kecil di sudut mata mereka. (Belakangan aku tahu, perempuan itu sengaja membuat pertanyaan konyol untuk menutupi rasa harunya sendiri ...) "Tahu tidak ? 14 Juli ini tanggal istimewa. Prancis merayakannya sebagai Hari Bastille, yaitu hari dimana rakyat Prancis memulai revolusi dengan menyerang kewibawaan penjara Bastille. Kita tahu, kerajaan korup yang dipimpin oleh Louis XVI dan Marie Antoinette itu lalu terguncang. Lebih istimewa lagi, Hari Bastille tahun 1989 ini merupakan perayaan Nasional yang ke 100", kata sang mempelai perempuan bangga. O ya ? Hari Bastille yang ke 100 ? Wow. Tiba-tiba aku terkenang pada sebuah kebetulan yang lain. Pada tanggal tersebut, seorang teman mengajakku hadir dalam acara peringatan 40 hari meninggalnya... Ayatullah Khomeini.Tapi karena ada upacara pernikahan penting yang harus kuhadiri, maka ia membebaskanku dan berkata : "Ah, lebih penting bagimu untuk memberi dukungan pada mereka yang sedang di titik awal, bukan yang ada di ujung akhir."
Tanggal 28 September 1989 Astaga, perempuan itu menikah lagi ! Kali ini tidak dilakukan di rumah, tapi di Kantor Urusan Agama.Kali ini juga lebih mendadak dari sebelumnya; aku bahkan baru diberitahu beberapa jam sebelum upacara dimulai. Dan ...tahu tidak ? Kali ini, aku adalah satu-satunya undangan dalam acara tersebut ! "Pernikahan yang dulu itu tidak melibatkan kantor KUA. Karena itu kami datang untuk melapor untuk mendapatkan legalitas dari negara. Tapi pak Penghulu malah akan menikahkan kami sekali lagi", katanya mencoba menjelaskan perihal kemendadakan itu. "Mengapa sekarang ? Bukankah kalian berencana mengadakan resepsi bulan Desember nanti ?", tanyaku sambil terheran-heran mengamati pasangan yang katanya akan menikah, tapi dandanan mereka mirip pramuka yang baru pulang dari lomba baris-berbaris. "Betul. Tapi sebagai pegawai negeri yang baru dilantik, ternyata aku diminta menyerahkan surat legalitas pernikahan itu segera. Mereka tak mau menunggu bulan Desember", jawabnya. "Apa ada yang spesial dengan tanggal 28 September ini ?", tanyaku. Cuma untuk meledek sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H