Mohon tunggu...
Tuty Yosenda
Tuty Yosenda Mohon Tunggu... profesional -

hanya perempuan kebanyakan dengan cita-cita 'kebanyakan' ;-) , yaitu jadi penonton, pemain, penutur, wasit, sekaligus ... penghibur. (^_^) \r\n\r\nblog personal saya adalah yosendascope.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Bermurah-hatilah dan Jangan Tinggalkan Suamimu di Mini Market!

25 Agustus 2011   14:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:28 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

SUKABUMI, tahun 2000

Cuaca panas menyengat di jalan Ahmad Yani yang amat padat, namun untunglah sebuah tempat parkir akhirnya terlihat. Mobil kami sedang melambat ketika seorang laki-laki melompat ke depan mobil kami, lalu ...jatuh terkapar ! Mulutnya berbusa, dan badannya menggelepar-gelepar ...

Kami ternganga melihatnya.

Anehnya, tukang parkir yang sedang mengarahkan mobil kami itu hanya meringis dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Pergi sana !", gerutunya pada si mulut berbusa yang sedikit lagi mungkin terlindas ban mobil kami.

Tiba-tiba si mulut berbusa itu menghentikan geleparnya yang mirip orang ayan, lalu ia bangkit dengan enggan. Namun sejurus kemudian ... tahu-tahu ia sudah melompat dan menjatuhkan dirinya di depan mobil yang lain lagi. Tubuhnya kelojotan lagi, lengkap dengan buih-buih di mulutnya !

Anehnya –lagi-, si pengemudi mobil itu tidak terkejut seperti kami. Ia hanya melemparkan beberapa keping receh untuk si mulut berbusa yang sedang berbaring menghalangi ban depan mobilnya. Segera si mulut berbusa itu memungut rejekinya, lalu dengan langkah terpincang-pincang ia ....menjatuhkan dirinya sekali lagi di depan mobil berikutnya !

"Wow, jangan tertipu oleh sebuah penampilan, ya", kata suamiku sambil tersenyum geli.

"Jangan coba-coba meremehkannya. Siapa tahu dia Nabi Khaidir yang sedang menyamar", katanya lagi.

Kami lalu turun dan mobil dan melakukan berbagai urusan kami. Maksudku : Dia menyelesaikan urusannya di Bank, sedangkan aku sibuk menyelesaikan lamunanku sendiri.

Terkenang kisah Nabi Khaidir, seorang misterius yang diutus untuk menguji Nabi Musa dengan teka-tekinya yang amat berat. Terkenang kisahnya yang makin lama makin mendekati mitos , disertai sebuah dugaan bahwa beliau mungkin masih hidup sampai hari ini. Di sepanjang pesisir Jawa Timur dengan penduduk yang mayoritas Madura, kisah perjumpaan dengan Nabi Khaidir ini banyak kita dengar.

"Dia kadang menyamar menjadi entah siapa. Jadi berhati-hatilah, siapa tahu dia muncul sebagai orang asing yang tak terduga untuk menguji iman dan kemurahan hatimu", begitu pesan tersiratnya.

Lamunan selesai, karena urusan Bank juga sudah selesai.

Kami lalu melangkah menuju sebuah gang kecil untuk membeli kudapan combro kelas kaki lima yang terkenal enak. Pesanan kami segera disiapkan. Dan kami tak keberatan menunggu meski harus berdiri.

Namun seorang laki-laki tahu-tahu menyela dan menyentuh-nyentuh sebagian combro yang kami sisihkan. Diambilnya 'combro kami' itu satu demi satu, lalu dimakannya saat itu juga. Dan setelah puas dengan sentuh-menyentuh dan gigit-menggigit, ia melap mulutnya yang berminyak itu dengan punggung tangannya, dan membayar combro yang dihabiskannya (tentu saja tidak termasuk yang disentuhnya). Ia lalu berjalan terpincang-pincang menjauhi kami yang masih ternganga.

Haduh, banyak sekali kejutan hari ini !

"Dia ...dia kan si pengemis yang mulutnya berbusa tadi, kan... ?", tanyaku terbata-bata. Hampir aku kehilangan selera atas combro yang sudah disentuh-sentuh itu.

Untung suamiku menukas :"Ingat, siapa tahu dia Nabi Khaidir."

Akhirnya rencana pulang membawa combro itu tetap terlaksana juga, meski akhirnya kami pilih combro yang setengah matang. Kami lebih suka menggoreng ulang di rumah, sehingga tak perlu ada yang makan combro yang baru saja disentuh-sentuh orang asing.

Namun sejak itu, combro jalanan yang mangkal di gang dekat kantor pos Sukabumi itu punya nama khusus dari kami, yaitu: "Combro Nabi Khaidir". Nama ini kami buat untuk mengenang seorang pengemis kreatif yang berhasil mengundang senyum kami secara tak disangka-sangka, pada suatu hari yang terik pula.

*

*

BANDUNG, tahun 2011

Antrian pembayaran di mini market itu makin pendek, namun entah mengapa senyum si kasir itu malah berkurang kehangatannya. Di depan kami hanya tinggal seorang saja yang masih menunggu giliran. Dia adalah seorang ibu cantik dengan sederet gelang emas di dua lengannya, namun sedikit sekali senyumnya.

Tiba-tiba seorang laki-laki menyela dan mengambil tempat di depan kami begitu saja ! Tubuhnya nyaris menempel pada tubuh ibu cantik yang sedang mengantri di depan kami.

"Mungkin dia suami si ibu cantik bergelang emas itu", kata suamiku, setelah sia-sia kami menunggu penjelasan dan apologinya atas sikap sok selonongnya tadi.

"Betul juga. Lihatlah, belanjaannya hanya sebungkus roti dan sekotak teh. Mungkin ia menambahkan sesuatu yang tak terpikir oleh istrinya itu. Kita juga sering melakukannya", kataku membenarkan dugaan suamiku.

Tapi ....wow, lihatlah baju, celana dan sandal jepitnya yang terlalu biasa itu. Lihat lidahnya yang terjulur setiap tiga menit, lalu menjilat bibir atasnya dengan gerakan gelisah itu. Mengapa ia tampak begitu bertentangan dengan penampilan istrinya yang modis, ya ?

Ah, biasa. Laki-laki kaya memang suka tampil seenaknya, begitu pikirku.

Sungguh tak berani aku memikirkan apa yang sesungguhnya terjadi pada lidah dan bibirnya.

"Ingat, Nabi Khaidir suka menyamar", kata suamiku, seakan ia baru saja membaca pikiranku.

Sekarang ibu cantik itu mendapat giliran dilayani. Si kasir menyapanya dengan senyum sekedarnya saja. Semua belanjaannya sudah masuk tas plastik dan siap dibayar, tapi mengapa si bapak penyusup itu tidak juga menggabungkan belanjaan roti dan tehnya dengan belanjaan si ibu cantik ? Ada apa ini ? Dan ..woi, lihat... sekarang ibu cantik itu malah beranjak meninggalkan laki-laki yang seharusnya menjadi suaminya itu !

"Jangan-jangan mereka bukan suami istri !", gerutuku pada suamiku.

"Tapi si bapak itu terlanjur menyerobot. Apa perlu kita kawinkan mereka sekarang ?", katanya dengan nada menjengkelkan.

Sudah terlambat untuk mengawinkan orang sekarang, karena urusan si bapak penerobos dengan si kasir itu sudah hampir selesai. "Enam belas ribu, pak", kata si kasir sambil menyunggingkan senyum pelitnya.

Tapi dompet si penyusup ternyata hanya berisi uang lima belas ribu !

"Sebentar", katanya sambil menjulurkan lidah dan menjilat bibir atasnya untuk yang ke sekian ratus kalinya.

Tiba-tiba tangannya dirogohkan begitu saja ke dalam ....celananya, tepat di bagian depan pula !

Dan seakan masih belum cukup mengejutkan, tahu-tahu ada bunyi gemerisik aneh di bagian tubuhnya yang paling strategis itu.

Tapi lihat wajahnya ! Wajah itu biasa sekali, seakan ia sedang melakukan sesuatu yang biasa. Semua orang langsung berlomba mempertontonkan entah ringisan entah seringai melihat kejadian tak terduga di pagi yang cerah itu.

Akhirnya, setelah bersusah-payah sebentar, keluar jugalah sumber gemerisik itu dari celananya. Sebuah tas kresek hitam yang ternyata berisi sejumlah receh di dalamnya !

Sambil tak lupa menjulurkan lidah dan menjilat bibir, ia menyisihkan seribu rupiah, dan memasukkan sisanya kembali ke dalam ...yak, celana itu lagi. Seribu rupiah yang paling heboh sedunia itu lalu berpindah tangan pada kasir yang sejak tadi telah menemukan gaya senyum terbaru, yaitu menyeringai sambil mengerjap-ngerjapkan matanya.

Semua berjalan lancar. Hingga si penyerobot pergi, dan memberikan giliran berikutnya pada kami.

"Ada kartu anggota, Pak ?", tanya si kasir pada suamiku. Senyumnya masih ada kecutnya sedikit.

"Ada", jawab suamiku.

"Tapi, mbak...", katanya lagi. "Sebelum menyentuh kartuku, tanganmu dicuci dulu ya ! Kan aku tahu tadi kamu megang apa ..."

Meledaklah tawanya, juga tawa kami semua yang menjadi saksi peristiwa seribu bulan ...eh seribu perak dalam celana !

Meski tak ada yang merasa perlu membicarakan ulah "Nabi Khaidir" tadi, setidaknya pagi itu senyum semua orang telah kembali manis . (Kecuali ibu cantik yang kehilangan "the awkward moment" itu tentunya. Salah sendiri mengapa ia tega meninggalkan sang suami ...eh...penguntitnya...di mini market...) [*]

*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun