(Adakah yang lebih remang-remang dari hati yang sedang cemburu ?)”Ini kan sudah larut malam ? Jangan-jangan ia menyembunyikan sesuatu ! Jangan-jangan ada perempuan lain !”, demikian kira-kira bisikan yang didengar oleh perempuan muda itu dari dalam dirinya sendiri. Hampir saja ia tumpahkan seluruh kegalauanya pada sang suami yang sedang bersiap-siap untuk pergi. Untunglah sebuah ide yang lebih ‘cemerlang’ melintas, sehingga keresahan itu tak jadi lepas.
Sungguh malam yang amat gelap, meski tak cukup gelap bagi seorang suami untuk memergoki istri cantiknya yang sedang mengendap-endap.
Dengan lembut sang suami menyapa istrinya :
"Engkaukah itu Aisha ? Ah, agaknya kau ajak juga setan kecilmu itu bersamamu !"
"Setan kecil apa? ", gerutu Aisha, sang istri yang tertangkap-basahsedang melaksanakan ide ‘cemerlang’nya, yaitu memata-matai suaminya.
"Setiap orang punya sisi jahat semacam setan dalam diri mereka, Aisha. Namanya nafsu", jawab Muhammad, sang suami.
"Setiap orang ? Termasuk dirimukah, ya Utusan Allah ?", tanya Aisha.
"Termasuk diriku juga, ya Aisha", jawab Sang Nabi sambil tersenyum. "Hanya saja, aku sudah menjadikan setanku Muslim*) ..." , tambahnya.
Tidak biasanya kita mendengar setan dibicarakan secara ringan dalam wacana Islami, diiringi suasana yang menggelitik pula. Entah mengapa kita lebih sering mendengar perilaku setan yang kejam dan kasar. Dalam kisah-kisah klasik, teror setan bahkan digambarkan lengkap dengan raungannya yang menggelegar : "Akulah musuh besarmu wahai manusia ! Di tanganku, kalian semua akan binasa !" Padahal, jika benar ada setan sekonyol itu, ia pasti sedang terjebak dalam dongeng yang dibuat untuk menakut-nakuti anak-anak. Namun bisa jadi terkuaknya kisah monster-yang-kurang-seram ini merupakan ‘kekalahan kecil’ bagi para setan. Tak banyak yang tahu, bahwa mahluk yang terlanjur-dikenal-keangkerannya ini sebenarnya sering tampil ... mempesona. Ia bekerja bak agen rahasia : menyamar dan menyusup dengan lihainya dalam setiap sendi kehidupan kita. Selagi memikat mangsa, ia memilih kedok yang paling imut, paling santun dan paling lembut sebagai senjatanya. Dan selagi membidikkan mantra mautnya, ia memilih citra religius, terpelajar, dan berbagai kesan yang jauh dari bahaya.