Hai Gadis, adikku ayu / Bahagianya seumurmu Kau lincah, cantik dan lugu / Tawa, tangis kau pun lucu *)
.
Gadis itu Tari namanya. Aku sedang jogging ketika melihat si kecil berjaket merah muda itu mengais-ngais sampah, lalu menyimpan berbagai benda temuannya itu ke dalam karungnya. "Sepertinya aku punya banyak botol bekas, dik. Mau singgah ke rumah ?" **), demikian salam dan ajakanku yang terucap. Padahal yang tak terucap kira-kira begini : "Hai, Gadis ! Apakah kamu akan mengais sampah seharian ? Dan apakah kamu sudah sarapan ?" "Mau ...", jawabnya. Kami berdua lalu melangkah menuju rumah, padahal joggingku tadi baru berlangsung dua putaran. "Kamu tidak akan terlambat ke sekolah kan ?", tanyaku menebak-nebak, sambil berharap dia benar-benar anak sekolahan. "Nanti sekolahnya jam delapan, Bunda. Tidak apa terlambat sedikit, karena hari ini cuma belajar komputer", jawabnya. Lega hatiku mendengar anak manis yang baru kelas tiga Sekolah Dasar itu lalu berceloteh tentang sekolahnya, gurunya, pelajaran komputer, juga bahasa Inggris dan IPA kesukaannya. .
. "Benarkah setiap hari kau berburu botol bekas sebelum berangkat sekolah, dik ? Kok rasanya aku baru melihatmu hari ini", tanyaku terheran-heran. Padahal aku melalui jalan itu hampir setiap hari. "Apakah kakak dan adikmu juga melakukan hal yang sama ?" "Kakakku sudah menikah; ia tinggal jauh dari sini, di rumahnya sendiri. Sedangkan adikku masih bayi". "Punya kakak yang menikah dan adik bayi ? Wow, Ayah Ibumu orang yang ...euh ... sibuk sekali rupanya, ya. ;-) Â Lalu ... akan dibawa ke mana semua botol-botol itu, dik ?", tanyaku sambil memandangi seonggok karung yang bertengger mantap di pundak kecilnya. "Bapak akan menyimpannya di rumah. Kata Bapak, kalau harganya baik, kami akan menjualnya ..." "Wah, kalian hebat sekali. Tapi kamu lebih hebat lagi, karena kamu suka membantu orang tuamu ...", kataku sambil menepuk punggungnya. .
Namun pada hari ini, langkah-langkah mantap seorang gadis kecil ketika sedang membungkuk dan memungut berbagai benda yang terbuang itu telah mengubah pandangan seseorang yang jauh lebih dewasa (umurnya), yaitu ... aku.
Ia mungkin tak tahu bahwa aksinya itu telah membantu Bumi dalam melakukan daur-ulang. Bumi tak pernah membuang, manusialah yang menciptakan barang buangan.***) Â Dan meski bergulat dengan kekotoran, wajah lugu gadis itu sedikitpun tak menyiratkan keberatan. Aku dibuatnya tertunduk mengenang betapa enggannya aku setiap kali melakukan pemilahan terhadap sampah-sampahku sendiri.
.
.
Jadi mengapa sampah kering harus dipisahkan dengan yang basah ?
Agar sampah kering itu memiliki kesempatan untuk memberi manfaat yang lebih luas, terutama bagi para scavangers****) alias para pendaur ulang yang mengikuti jejak Bumi itu. Memperbarui manfaat ini adalah salah satu bentuk syukur yang selama ini diteladankan oleh Alam, demikian kata para bijak.