Mohon tunggu...
Tuty Yosenda
Tuty Yosenda Mohon Tunggu... profesional -

hanya perempuan kebanyakan dengan cita-cita 'kebanyakan' ;-) , yaitu jadi penonton, pemain, penutur, wasit, sekaligus ... penghibur. (^_^) \r\n\r\nblog personal saya adalah yosendascope.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

The Singer Not The Song

22 April 2011   23:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:31 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1303514783222214870

"Agamaku juga Nikon", kata Harfi, temanku, sambil memeriksa kamera Nikonku. Ia lalu memamerkan pengetahuan teknisnya tentang kamera secara mengagumkan, membuatku yakin bahwa ia memang seorang Nikonisme yang saleh ;-). Aku memandangi Nikonku dan bertanya-tanya dalam hati, apakah aku seorang yang 'beragama', jika aku tidak tahu banyak soal kamera? ;-) Dan apakah aku juga seorang Nikonisme, jika ada dua kamera lain non-Nikon di rumah? Sampai sekarang, koleksi fotografi yang memuaskanku masih berasal dari kamera saku murah yang bukan Nikon, atau dari kamera non-digital yang sekarang sudah pensiun -juga bukan Nikon. 'Kitab suci' Nikon yang tebal itu bahkan masih tersimpan rapi di lemari; penyajiannya yang menarik itu belum juga menggodaku untuk membacanya sampai tuntas. Aku lebih suka berdiam diri mengamati berbagai objek -terutama ulah manusia, favoritku-, sambil membayangkan kisah apa saja yang terungkap jika objek tersebut kubidik dari angle tertentu. Aku juga suka mengamati karya orang lain, untuk mengenal lebih banyak tentang hal-hal biasa yang ternyata bisa 'menggugah dan menggerakkan' secara tak biasa. So, untukku, menjadi the man behind the gun ... eh kamera ...itulah yang tampaknya primer sekarang. The gun-nya kuanggap sekunder dulu. Sepertinya para fotografer itulah yang menjadikan kehidupan yang dikisahkannya sakral dan berarti, bukan kameranya.  Jadi untuk sementara, aku belum mantap untuk menyatakan apa agamaku  ;-). "Which inspires greater good, the singer or the song? Mana yang lebih besar peranannya, pembawa pesannya (the singer) atau lagunya (the song)?" Pertanyaan ini diajukan oleh Analecto kepada Romo Keogh, dalam sebuah film tahun 60-an -yang pernah dinyatakan sebagai salah satu film favorit Gus Dur ;-)- berjudul The Singer not The Song . Analecto adalah seorang dedengkot bandit yang sedang merasa terkesan pada sang Romo, karena pembunuhan yang dilakukannya terhadap sejumlah religius itu tidak menghentikan tekad si Romo untuk tetap berdakwah.  Pertanyaan itu juga diiringi sebuah penawaran: Jika jawaban Romo memuaskan,  Analecto -yang juga atheist itu- berjanji tidak akan mengganggu aktivitas dakwah Keogh, juga menjamin tak akan ada pembunuhan lagi. Tapi Romo Keogh tidak pernah menjawab pertanyaan itu, barangkali karena ia memang tak punya syaraf takut dan ogah didikte. Atau barangkali ia merasa bingung seperti aku sekarang ;-). Mana berani kita, the singer ini, mengaku-aku lebih signifikan perannya dibanding the song-nya, lebih-lebih jika the song tersebut bukan soal merk kamera, tapi ... agama ? Di sisi lain, jika kita ingin mengatakan bahwa the song-nya yang lebih penting, kita mungkin akan terjebak pada perdebatan kurang penting yang menyangkut "what song did you mean?"   Begitu banyak pilihan di dunia ini, dan setiap kepala sama haknya untuk menetapkan mana yang menjadi preferensinya sendiri. Lebih dari itu, hanya pengalaman batin yang bisa membuktikan kebenaran pilihan kita, bukan pengalaman berdebat dengan kata-kata. Itu sebabnya Romo Keogh tidak menjawab pertanyaan Analecto dengan mulutnya, tapi dengan seluruh diri dan tindakan-tindakannya. Itu juga sebabnya baru di akhir film Analecto menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. "Kau membuat tarianmu bergerak menembus level yang lebih tinggi. Tarianmu tadi sudah tidak lagi tentang rangkaian gerak, langkah dan lompat, tapi sudah memasuki tataran dialog", demikian pujian seorang juri So You Think You Can Dance pada seorang peserta kompetisi tari yang tampil sempurna. "Kau telah bergerak melampaui diri. Kau hanyut dan hilang, membuat kami juga hanyut dan hilang bersamamu. Kau membawa kami pada sebuah tempat yang belum pernah kami datangi", demikian pernyataan kagum lainnya. Setiap penari memiliki 'agama' tertentu, yaitu seperangkat aturan gerak yang telah dilembagakan sedemikian rupa. Tapi apakah agamanya ballroom, hiphop atau contemporary, 'kesalehan' seorang penari diakui ketika seperangkat aturan tentang gerakan fisik yang diketahuinya itu tiba-tiba digantikan oleh pengalaman batin yang intens. Dan ketika batin menari dan mengambil alih gerakan fisik, tiba-tiba pesan batiniah mengalir melalui tubuhnya. Ia bukan lagi seorang pemula yang masih berkutat dengan step-step dan pelajaran tentang how to play the music. Penari itu kini menjadi seorang pembawa pesan langitan yang bekerja dengan mengandalkan let's the music plays you. Adalah seorang Romo lain bernama Emha Ainun Najib ;-) yang menggarisbawahi, bahwa karya masterpiece Tuhan adalah manusia, the singer itu*). Musik, lagu, koreografi, kamera, semua itu hanyalah bagian dari rangkaian step-step yang 'dilembagakan'. Pada akhirnya, karya kitalah yang menentukan apakah kita telah memenuhi takdir kita untuk melahirkan diri sendiri sebagai the singer yang baik atau tidak, bukan seperangkat alat yang disepakati -secanggih apapun itu-.**) Akhir kata, persahabatan unik antara bandit atheist dan Romo Keogh itu sampai pada akhir yang bahagia, sekalipun keduanya mati terbunuh. Menjelang ajalnya, Analecto sempat tersenyum dan berkata: "The singer, not the song". The singer-lah (baca: Romo Keogh) yang ternyata telah memenangkan hatinya, bukan the song-nya. Dan memang, melalui penampilan tanpa cela para singer yang selfless seperti Buddha, Jesus dan Nabi Muhammad itulah kita rela 'dikalahkan', rela 'hanyut dan hilang' bersama mereka. Karena pengalaman terhubung dengan zona yang mereka perkenalkan itu membawa kita pada suka-cita yang sakral dan tak ada bandingannya.

*) Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS 95 : 4) **) Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, untuk menguji siapa di antara kamu yang lebih baik karyanya. (QS 67 : 1-2)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun