Education is the most powerful weapon which you can use to change the world - Nelson Mandela
Perjalanan kala itu dimulai dengan bis dari Garut menuju Bandung di satu hari Sabtu di penghujung tahun 2001. Di daerah Cibiru kami berenam turun dan melanjutkan perjalanan ke arah Soekarno-Hatta menggunakan angkutan umum. Tepat di perempatan UNINUS kami turun dan disambut dengan senyum hangat guru kami. Ibu Elis namanya. Ia guru Bahasa Indonesia di SMA kami. Akhir pekan itu kami akan melakukan kunjungan sekaligus wisata sastra ke UPI untuk menonton pagelaran musikalisasi puisi oleh Hadjar Aswad. Kami menghabiskan akhir pekan itu dengan penuh riang tawa. Punah sudah rasa penasaran kami akan bentuk dan struktur musikalisasi puisi. Bertahun kemudian program yang guru kami jalankan dulu berbuah manis. Tak terhitung kegiatan sastra yang saya ikuti dan sampai saat ini menulis merupakan batu sandaran aduan bagi banyak kerikil hidup yang saya temui.
Tidak salah jika kemudian Nelson Mandela pada salah satu pidatonya di Madison Park High School di Boston pertengahan tahun 1990 menyampaikan bahwa pendidikan adalah senjata terkuat untuk mengubah dunia. Meski secara pribadi saya berpendapat bahwa yang mengubah dunia bukan pendidikan tetapi orang. Namun orang yang terdidik tentunya akan mengubah dunia ke arah yang lebih baik. Program yang guru saya lakukan buktinya yang membuka cakrawala, mengubah persepsi dan memberi andil dalam membentuk kepribadian saya saat ini.
Setelah kini saya menjadi seorang guru, belum banyak yang dapat saya berikan kepada para murid dalam menggapai masa depan mereka. Namun semangat untuk terus mengubah persepsi, meluruskan pola pikir dan memberikan kesempatan bagi murid untuk berkembang masih selalu saya pupuk.Â
Dari pendidikan guru penggerak yang saya ikuti saya belajar bahwa murid memiliki suara, pilihan dan kepemilikan. Ketiga hal tersebut adalah hak murid yang harus diberikan oleh guru. Semakin dini semakin baik sehingga kepemimpinan murid dapat tumbuh subur dan kedewasaan dalam berpikir, bertutur kata dan bertingkah laku dapat terwujud. Pada awalnya saya berpikir bahwa murid saya tidak mungkin diberikan privilege seperti demikian namun ketika saya merefleksi apa yang guru saya lakukan dulu saya mulai tersadar bahwa hal yang ia lakukan merupakan sebuah bentuk kesempatan yang ia berikan dalam memenuhi suara, pilihan dan kepemilikan kami melalui program yang ia jalankan.
Program yang dibentuk melalui prakarsa dan buah pikir murid tentu saja harus terarah dan terukur ketercapaiannya dengan tujuan yang jelas melalui konsep dan mekanisme yang dapat dievaluasi sehingga dapat memiliki nilai kebermanfaatan yang kontinu dan berkesinambungan. Pun program atau kegiatan yang dirancang harus dapat memberikan warna dan corak sesuai dengan falsafah Ki Hadjar Dewantara yang menekankan pada penebalan karakter dan pribadi murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Pemanfaatan aset-aset yang dimiliki sekolah juga berperan penting dalam menjalankan program yang dapat berdampak positif kepada murid. Bagaimana program dapat berjalan jika kita tidak mengenali dan memanfaatkan potensi yang kita miliki?
Selain hal di atas, program atau kegiatan yang dilakukanpun harus bertumpu pada keterlibatan lingkungan dan komunitas sekitar baik di dalam ataupun luar sekolah. Hal tersebut membantu proses internalisasi murid terhadap nilai-nilai kebajikan dan bulir-bulir ilmu yang mereka dapatkan dari kegiatan yang dilakukan.Â
Dari apa yang saya pelajari dan pengalaman yang saya miliki, saya memiliki keyakinan bahwa di masa yang akan datang, saya dapat dan harus mampu memberikan kesempatan bagi murid dalam menyuarakan pikiran mereka, menentukan pilihan dan memberikan hak kepemilikan melalui program yang dapat berdampak positif terhadap murid. Dengan demikian mereka dapat memiliki serangkaian pengalaman dalam membentuk dan melatih kepemimpinan sehingga mereka memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merubah dunia. Satu hal yang pasti program kegiatan yang dijalankan harus disesuaikan dengan keadaan lingkungan dan keterbatasan serta aset yang dimiliki seperti yang saya sampaikan tadi. Tidak harus ke Bandung. Meski tidak ada salahnya belajar sambil mengunjungi salah satu kota yang pernah didatangi Nelson Mandela tersebut.
Wallahu alam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H