Mohon tunggu...
Mawan Sugiyanto
Mawan Sugiyanto Mohon Tunggu... -

e-wayang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pak Dalang "Menghina" Wayang

13 Juli 2011   00:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:43 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1310516574875587551

Dunia Wayang adalah dunia yang penuh dengan kreativitas, di dalamnya bisa menyusun cerita. Dikenal dengan nama "sanggit", yaitu upaya mengembangkan cerita pokok menjadi relevan dengan nilai-nilai sekarang. Sengkuni yang licik sering dianggap suka memanipulasi data. Melaporkan hal-hal yang dianggap belum tentu menjadi fakta. Kasus pertama adalah pada saat melaporkan bahwa patih Astina telah tewas dalam perang melawan Kerajaan Pringgondani, sehingga memuluskan jalan Sengkuni menggantikan Patih Gandamana. Hukum telah ditetapkan bahwa Sengkuni menjadi patih. Kasus kedua ketika melaporkan bahwa Pandawa beserta Dewi Kunti, Ibunya, telah tewas terbakar dalam Bale Sigalagala. Dampak pemalsuan itu melenggangkan Duryudana menjadi Raja Astina yang saat itu dipegang oleh Drestarastra, ayah Duryudana. Sekali raja berfatwa tidak bisa dimundurkan lagi.

Begitu perkembangan teknologi berjalan begitu pesat, Pak dalang mungkin mempunyai sanggit kekinian bahkan bisa berupa sindiran. Suatu waktu bisa jadi Petruk yang berhidung panjang dan dianggap cacat ternyata tidak mau dipublikasikan lagi. Mempublikasikan wajah Petruk berarti menghina Petruk. Mempertontonkan kekurangan Petruk kepada khalayak. Tentu saja Petruk menjadi malu, dan Petruk menggugat. Bahkan Petruk pun tidak mau dipanggil Petruk, karena sudah berkonotasi jelek. Panggilan petruk selalu berkonotasi kepada hidung panjang dan kanthong bolong. Kantong Bolong secara harfiah dianggap sebagai boros, sebagian tafsir menyatakan bahwa Petruk selalu beramal, seluruh penghasilan Petruk tidak sempat masuk ke dalam kantong, tetapi langsung diamalkan.

Dulu, semua itu adalah panggilan sayang, menjadi ungkapan dalam tawa segar, bahkan mengubah kekurangan menjadi kelebihan. Petruk memang berhidung panjang, itu kenyataannya. Yakinlah, semua caci maki itu bukan menginginkan kejatuhanmu. Itu semua rasa sayang yang mengharapkan interospeksi.  Sadarlah Petruk yang berhidung panjang, itu bukan penghinaan. Sadarlah Sengkuni yang licik, semua dipertontonkan untuk dipertuntunkan. Supaya nanti ada sanggit Sengkuni Insyaf dan Petruk Bahagia.  Wahai Sengkuni, Wahai Petruk, seandainya Pak Dalang tidak sayang, senyatanya sudah sejak lama kalian semua ditinggalkan. Tidak dimainkan dalam percaturan wayang. Tertinggal di dalam kotak wayang paling bawah.

Salam, dan bahagialah hari ini bagi Anda yang masih diingatkan dengan kritik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun