Mohon tunggu...
Muhamad Sokhib
Muhamad Sokhib Mohon Tunggu... Penulis - 🤡

Cuma manusia sepele kok 😅

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meneropong Proyek Gasifikasi Batubara: Antara Hilirisasi Energi dan Isu Lingkungan

19 Oktober 2024   13:54 Diperbarui: 19 Oktober 2024   17:34 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.inews.id/finance/bisnis/proyek-dme-batal-mind-id-bidik-hilirisasi-batu-bara-jadi-anoda

Pemerintah telah mendorong hilirisasi berbagai produk pertambangan, termasuk batubara. Hilirisasi batubara dalam konteks ini mencakup pencanangan proyek Dimethyl Ether (DME) sebagai proyek gasifikasi batubara. Proyek strategis nasional ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan impor, serta mencari alternatif energi pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG). Proyek gasifikasi batubara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan ini juga bertujuan untuk menambah nilai ekonomis batubara yang seringkali bernilai ekspor rendah.Oleh karenanya, pemerintah melalui proyek gasifikasi batubara menaruh harapan agar dapat mengatasi permasalahan mengenai kelangkaan dan ketergantungan LPG, serta menambah devisa negara.

Pemerintah telah memberikan insentif dan proteksi melalui regulasi untuk menyukseskan proyek DME atau gasifikasi batubara. Insentif tersebut berupa fiskal ataupun non-fiskal, yang bertujuan untuk menjadi daya ungkit investasi. Adapun, proteksi melalui regulasi bertujuan untuk mempercepat laju hilirisasi produk olahan batubara. Pemerintah juga mendukung proyek tersebut dengan mengatur tarif khusus untuk batubara yang digunakan dalam gasifikasi. Insentif dan proteksi tersebut sekaligus memperjelas regulasi proyek gasifikasi batubara dalam UU No. 3/2020 tentang Perubahan atas UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sumber: https://ilmutambang.com/ini-6-manfaat-proyek-dme-untuk-indonesia-hemat-devisa-negara/
Sumber: https://ilmutambang.com/ini-6-manfaat-proyek-dme-untuk-indonesia-hemat-devisa-negara/

Pemerintah percaya diri bahwa proyek gasifikasi batubara tidak akan menimbulkan masalah lingkungan baru di Indonesia. Penggunaan teknologi yang tepat dianggap dapat meminimalisir dampak lingkungan. Pada intinya, tujuan pemanfaatan gasifikasi batubara adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, industri dan lapangan kerja dengan "sedikit" dampak terhadap lingkungan.

Kepercayaan diri pemerintah tersebut bersumber dari fakta bahwa terdapat berbagai stakeholder dalam proyek gasifikasi batubara. Pada dasarnya, terdapat 3 (tiga) klasifikasi stakeholder dalam proyek gasifikasi batubara, yaitu; stakeholder primer, stakeholder sekunder dan stakeholder kunci. Stakeholder primer yang terkait dengan penyusunan kebijakan atau berkaitan langsung dengan proyek gasifikasi batubara antara lain adalah PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), serta Air Products & Chemical Inc (APCI). Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan proyek gasifikasi batubara. Dalam konteks ini, Pertamina bertindak sebagai offtaker atau penghubung gasifikasi batubara dengan pasar , PTBA sebagai supplier batubara berkalori rendah, sedangkan APCI bertindak selaku penyedia fasilitas produksi gasifikasi batubara. Jenis stakeholder kedua yang ikut terlibat dalam proyek ini adalah Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). APBI sebagai organisasi non-profit, organisasi non-politik, serta organisasi non pemerintah yang memiliki keterkaitan secara tidak langsung dengan proyek gasifikasi batubara. Meskipun sebagai organisasi non-profit ataupun non-politik, APBI tetap memiliki kepentingan dalam memuluskan proyek gasifikasi batubara. Stakeholder primer tetap menjadikan rekomendasi APBI sebagai bahan pertimbangan pengembangan gasifikasi batubara. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada dasarnya juga merupakan stakeholder sekunder, akan tetapi perananannya cenderung asimetris dengan kepentingan stakeholder primer dan pemerintah. Stakeholder gasifikasi batubara yang terakhir adalah stakeholder kunci, yaitu stakeholder yang memiliki wewenang resmi dalam mengambil keputusan terkait gasifikasi batubara. Stakeholder kunci dalam konteks ini adalah pemerintah, yang secara spesifik meliputi kementerian ESDM.

Selain terdiri dari beberapa stakeholder, proyek gasifikasi batubara juga menggambarkan berbagai interest atau kepentingan antar stakeholder. Kepentingan stakeholder primer (Pertamina, PTBA dan APCI) adalah mendapatkan keuntungan dari hilirisasi melalui peningkatan signifikan nilai jual batubara. Kepentingan stakeholder sekunder (APBI dan WALHI) adalah mengakomodasi kepentingan pihak yang diwakilinya. APBI dalam konteks ini memperjuangkan kepentingan pertambangan batubara di Indonesia, sedangkan WALHI memperjuangkan isu-isu lingkungan hidup. Kepentingan stakeholder kunci (pemerintah) adalah mengurangi impor LPG, mengurangi defisit neraca perdagangan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan lapangan pekerjaan. 

Stakeholder dan arus kepentingannnya yang tidak tunggal menyebabkan relasi antar stakeholder berjalan dengan dinamis dan kompleks. Proyek gasifikasi batubara pada dasarnya memiliki korelasi dengan 3 arus kepentingan, yaitu; kepentingan ekonomi, kepentingan ekologi, serta kepentingan sosial. Proyek gasifikasi batubara sebagai kepentingan ekonomi berkaitan erat dengan kepentingan bisnis pengusaha batubara dan kepentingan politik aktor pemerintahan. Kolaborasi antar dua stakeholder ini arus kepentingan ekonomi terjadi ketika adanya peningkatan nilai jual batubara, pengurangan defisit neraca perdagangan, pertumbuhan ekonomi dan industri dalam negeri. Proyek gasifikasi batubara sebagai kepentingan ekologi terkait upaya untuk memastikan pemanfaatan batubara selaras dengan lingkungan. Pemerintah dan aktor primer akan berdalih jika proyek gasifikasi batubara adalah proyek yang ramah lingkungan. Pada kenyataannya, slogan-slogan "green" yang digaungkan hanya untuk menutupi kepentingan ekonomi dengan narasi ekologi. Kepentingan sosial proyek gasifikasi batubara merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memberikan penghidupan yang layak bagi rakyatnya. Dalam konteks relasi antar kepentingan, kompetisi ataupun kolaborasi antar kepentingan menjadi hal yang lumrah untuk kepentingan bisnis dan politik gasifikasi batubara.

Sumber: https://www.dunia-energi.com/ini-alasan-air-products-hengkang-dari-proyek-dme/
Sumber: https://www.dunia-energi.com/ini-alasan-air-products-hengkang-dari-proyek-dme/

Kepentingan bisnis dan politik gasifikasi batubara pada kenyataannya tidak sesuai dengan yang diharapkan karena mundurnya APCI dari proyek tersebut. Mundurnya APCI sebagai stakeholder primer tentunya menjadi pukulan telak bagi keberlanjutan proyek tersebut. Proyek tersebut berpotensi mengalami kemunduran karena tidak adanya kejelasan mengenai investor pengganti APCI. Pada dasarnya, mundurnya APCI akan menimbulkan sentimen negatif bagi minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. 

PTBA selaku salah satu stakeholder primer yang masih bertahan, berupaya mencari pengganti investor dalam proyek gasifikasi batubara. Salah satu upaya tersebut dilakukan PTBA dengan menjalin komunikasi dengan East China Engineering Science and Technology Co.LTD. untuk melanjutkan program gasifikasi batu bara menjadi DME. Perusahaan yang berasal negeri tirai bambu itu merupakan calon mitra terkuat untuk saat ini. Pada kenyataannya, hingga artikel ini ditulis belum ada titik temu antara PTBA dengan perusahaan China tersebut. Hal ini karena terdapat kendala teknologi dan tingkat keekonomian proyek.

Berdasarkan berbagai fenomena dan permasalahan yang terjadi, maka terdapat beberapa kesimpulan mengenai proyek gasifikasi batubara. Proyek gasifikasi batubara pada dasarnya merupakan proyek yang "dejavu". Proyek tersebut disebut dejavu  karena proyek tersebut merupakan lanjutan dari kegagalan pemerintah dalam studi kelayakan dan perencanaan penggunaan LPG sebagai pengganti minyak. Seperti yang kita tahu, LPG merupakan pengganti minyak yang saat itu mulai menipis produksi dan cadangannya. Pada saat ini, batubara dijadikan sebagai pengganti LPG yang jumlahnya juga semakin menipis. Hal tersebut tentunya menimbulkan perdebatan mengenai keberlanjutan penggunaan gasifikasi batubara dimasa yang akan datang. Selain itu, batubara merupakan energi tidak terbarukan yang dapat menimbulkan biaya yang sangat besar dalam proses gasifikasi. Dengan pertimbangan biaya, tentunya menjadi perdebatan mengenai efektifitas gasifikasi batubara dibandingkan impor LPG. Proyek tersebut juga menimbulkan perdebatan mengenai LPG dan DME yang pada dasarnya bersumber dari energi "tidak bersih", sehingga gasifikasi batubara besar atau kecilnya pasti berdampak terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu perencanaan dan studi kelayakan yang sangat matang. Hal ini bertujuan untuk menghindari penggunaan energi alternatif yang sebenarnya tidak alternatif ataupun penggunaan energi terbarukan yang tidak terbarukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun