Ciputat, 22 Juli 2011
Pernikahan, adalah suatu prosesi sakral yang melibatkan sepasang hati untuk saling mengasihi. Sepasang hati yang telah berlabuh. Sepasang hati yang telah melalui perjalanan panjang demi mempertemukan jiwa-jiwa yang terbelah...
***
Berkawan dengan mereka yang telah berkeluarga kini membuka mata saya lebar-lebar. Mengungkap fakta mengejutkan di balik sebuah ikatan suci bernama pernikahan. Ternyata, pernikahan yang selama ini saya anggap sebagai akhir dari petualangan panjang dua manusia, rupanya tak jarang hanya hasil perhitungan logika. Pernikahan yang selama ini saya kira terjadi karena hati yang telah menemukan partner sejatinya, ternyata tak lebih dari sekadar akal-akalan otak saja. Ya. Meski tak semua demikian, tapi hampir separuh lebih begitulah kenyataannya. Menyedihkan.
Beberapa bilang, “Sebetulnya saya ngga suka sama si bapaknya yang sekarang itu. Sukanya sama yang lain...yah, tapi mau gimana lagi. Mungkin memang sudah jodohnya...”
Beberapa yang lain malah bilang, “aku masih belum bisa ngelupain cinta pertama aku. Bahkan, tiap dia ulang tahun, dalam hati aku masih ngucapin selamat buat dia...”
Lebih tragis dari itu, ada juga yang mengatakan, “Jujur ya, biarpun udah nikah bertahun-tahun, tapi aku masih belum bisa terbuka sama dia. Ngga bisa curhat kayak ke temen gitu. Rasanya masih ngga enak aja...”
Lalu, pernikahan macam itu, akan seperti apa jadinya?
Mungkin, pernikahan sejenis itulah yang nantinya membuat pria idaman lain dan wanita idaman lain muncul kian marak. Mereka yang terburu-buru menikah dengan logika akan terjebak perselingkuhan ketika pada akhirnya, mereka bertemu dengan sang labuhan hati. Analoginya, seperti kamu yang kepingin membeli benda A. Kamu berkeliling mall, keluar masuk toko, untuk mencari si benda A tersebut. Tapi, tidak ketemu juga. Lalu, kamu melihat benda B yang serupa dengan benda A. Mirip, meski berbeda. Alih-alih tak mendapat apa-apa, kamu putuskan membeli benda B tersebut. Hingga suatu hari, ketika kamu berjalan-jalan, tak sengaja kamu menemukan benda A yang sejak dulu memang sangat kamu inginkan itu. Apa yang akan kamu lakukan? Melewatkan kesempatan untuk memilikinya? Atau tetap membelinya kemudian menggunakan benda B dan benda A secara bergiliran? Nah, itulah yang menurut saya terjadi pada mereka yang menikah dengan logika. Gila memang. Tapi, itulah fakta yang saya lihat di lingkungan kita. Matemanikah.
Saya sendiri, demi menghindari terjadinya kutukan mengerikan semacam itu, memilih untuk terus mencari sang pelabuhan hati. Tak peduli orang mau bilang apa.
Bagaimana dengan anda? :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H