“All you need is the plan, the road map, and the courage to press on to your destination,” Earl Nightingale
Apakah Anda pernah melakukan perjalanan jauh menggunakan kereta api? Kalau pun belum pernah, Anda pasti setuju dengan saya bahwa supaya kita sampai ke tujuan, kereta harus tetap di jalur rel kereta. Ya atau ya? Paling tidak Anda yakin bahwa selama rel kereta api masih bisa dilalui dan melewati titik-titik stasiun pemberhentian di sepanjang perjalanan, Anda tidak akan pernah tersesat untuk sampai tujuan.
Nah sekarang, bayangkan jika Anda naik pesawat terbang atau kapal laut, di bawah kendaraan Anda tentunya tidak ada rel atau jalur, bukan? Tetapi mengapa Anda masih tetap bisa tiba di tujuan? Apa yang menuntun kapal atau pesawat Anda hingga tiba di tujuan dengan tepat dan selamat? Mmm.... mungkin pertanyaan ini terdengar bodoh. Tapi apakah Anda bisa menjawabnya, adakah jalur yang dilalui?
Ya, tentu saja ada! Jalur imajiner. Jalur yang tidak kasat mata. Jalur yang hanya dapat dilihat oleh para pilot dan kapten kapal di cockpit atau pun di ruang navigasi. Di masa sebelum adanya teknologi satelit untuk menegaskan bahwa jalur itu “ada” para kapten kapal berpatokan pada posisi bintang-bintang dan menorehkan garis-garis yang menyambungkan satu titik ke titik lain di peta mereka hingga sampai ke tujuan. Berdasarkan peta itu, maka dihitunglah perkiraan jarak yang ditempuh dan itu berdampak pada seberapa banyak bahan makanan dan bahan bakar yang digunakan.
Kemajuan teknologi satelit Global Positioning System (GPS) saat ini memungkinkan persiapan perjalanan laut dan udara menjadi semakin lengkap karena bukan hanya peta yang dapat dibuat, melainkan juga memberikan info perkiraan cuaca, putaran arah angin atau badai, tinggi rendahnya gelombang laut, dll. Sehingga sebelum perjalanan sesungguhnya dilakukan, si kapten kapal sudah melakukan “perjalanan imajiner” terlebih dahulu. Dengan modal itu, selama kapal melaju menuju kota tujuan, di sepanjang perjalanan, sang kapten tinggal menyaksikan proses terjadinya rencana dan sesekali melakukan koreksi-koreksi kecil agar kapal kembali ke jalurnya jika keluar dari titik-titik koordinat yang sudah ditetapkan. So, tidak ada kata mundur di tengah jalan.
Pelajaran yang dapat disaring dari celoteh saya di empat paragraf tadi, ialah tentang menetapkan impian, visualisasi, strategi, berani berkomitmen dan satu lagi, melakukan “perjalanan imajiner”. Saya sering menggunakan penjelasan di atas sebagai sebuah analogi saat menjelaskan kepada klien terapi saya tentang upaya apa saja yang diperlukan seseorang untuk mencapai apa yang dia inginkan.
Pertama, tetapkan sebuah tujuan. Percayalah, target apa pun yang ingin dituju, selalu tersedia jalur imajiner menuju target itu. Memang jalur itu tidak kelihatan, tetapi ADA. Agar garis-garis imajiner jalur impian itu menjadi nyata, Anda perlu menuliskannya dan menggambarkannya layaknya sebuah peta. Apa yang Anda tuliskan di sana? Isinya tidak lain berupa tahapan-tahapan yang mendekatkan Anda kepada tujuan.
Kedua, jika tujuan sudah tertulis, yang perlu Anda lakukan berikutnya ialah menjalani prosesnya di dalam imanjinasi. Proses itu seperti sebuah film mental yang terlihat dengan jelas dan diputar berulang-ulang di dalam pikiran. Ini lah program perjalanan yang kemudian menjadi tolok ukur atau “program panduan” selama Anda menjalani prosesnya secara nyata.
Ketiga, karena tujuan sudah terprogram di benak Anda (pikiran / alam bawah sadar), maka Anda seolah-olah meng-up load program perjalanan itu ke alam semesta. Ada hukum alam yang bekerja di sini yaitu hukum Mestakung, alias Semesta Mendukung. Sebagian orang mengatakannya sebagai Law of Attraction.
Dengan bekerjanya hukum Mestakung maka akan ada banyak kemudahan muncul untuk mendukung proses terjadinya tujuan. Anda akan menjadi sangat peka terhadap berbagai kesempatan yang memudahkan langkah sampai pada tujuan. Kalau pun di perjalanan kita mulai melenceng dari fokus, maka akan ada banyak cara untuk membuat laju Anda terhenti untuk menyadari dan melakukan koreksi agar proses perjalanan Anda terfokus kembali kepada tujuan.
Kesimpulannya, sebuah usaha mencapai apa yang kita inginkan dalam hidup ibarat sebuah perjalanan menuju ke sebuah lokasi. Kita perlu menetapkan dahulu dengan pasti ke mana tujuan kita. Ketika sudah ditetapkan, tujuan itu kemudian ter-up load ke satelit GPS miliki alam semesta, Mestakung. Satelit Mestakung ini sudah memiliki program-program traveling yang dapat merespon setiap permintaan jalur perjalanan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. So, ke mana pun tujuan kita sudah ada jalurnya. Agar mengetahuinya, kita harus terhubung dahulu dengan Satelit Mestakung.