Mohon tunggu...
Melda Imanuela
Melda Imanuela Mohon Tunggu... Penulis - Founder Kaukus Perempuan Merdeka (KPM)

Trainer, Education, Gender and Financial Advisor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bicara Perempuan Tak Pernah Ada Habisnya

26 Juli 2017   20:07 Diperbarui: 26 Juli 2017   20:18 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara Perempuan Tak Pernah Ada Habisnya

"Diciptakan alam pria dan wanita
dua makhluk dalam asuhan dewata
Ditakdirkan bahwa pria berkuasa
adapun wanita lemah lembut manja

Wanita dijajah pria sejak dulu
dijadikan perhiasan sangkar madu
namun ada kala pria tak berdaya
tekuk lutut di sudut kerling wanita"  

-Lagu yang berjudul Sabda Alam, Pencipta Ismail Marzuki-

Mendengar lirik lagu Sabda Alam yang diciptakan oleh Ismail Marzuki sudah tidak asing ditelinga kita. Meskipun lagu ini dipopulerkan pada tahun 1959, judul lagu diatas selalu muncul dalam pembahasan mengenai posisi perempuan. Penggalan lirik lagu tersebut sangat jelas menggambarkan perbedaan posisi antara laki-laki dan perempuan. Lagu tersebut memberikan ilustrasi bahwa laki-laki ditakdirkan untuk berkuasa, sedangkan perempuan diyakini sebagai sosok yang lemah, lembut dan manja. Lirik lagu dapat menjadi media untuk melanggengkan pandangan-pandangan tertentu terkait perempuan dan laki-laki di masyarakat. 

Wanita sejak dulu sudah dijajah oleh laki-laki, benarkah itu realitas perempuan sampai hari ini?

Menengok kembali penyebutan nama perempuan dan wanita. Kata wanita dlm etimologi Jawa itu berasal dari 'wani ditoto' alias berani diatur. Menurut Old Javanese-English Dictionary (Zoetmulder, 1982), kata wanita berarti 'yang diinginkan'. Anggapan nilai wanita yang lebih tinggi dalam bahasa Indonesia ini menurut Ben Anderson (1966) adalah karena bahasa Indonesia mengalami "jawanisasi" atau "kramanisasi": Kulitnya saja bahasa Melayu yang egaliter, tapi rohnya bahasa Jawa yang feodal. 

Sementara itu, arti kata perempuan dari bahasa asalnya, Sansekerta, sangat berbeda dengan apa yang ada di KBBI. Perempuan berasal dari kata per-empu-an. Per itu berarti makhluk, Empu berasal dari kata Sansekerta yang berarti mulia, berilmu tinggi, pembuat suatu karya agung. Leluhur bangsa ini pun sudah memberikan makna dalam kata perempuan sebagai bentuk penghormatan tinggi kepada kaum wanita (yang katanya dijajah pria ini).

Sebenarnya mau memakai kata wanita dan perempuan sangat tergantung pengertian dan maksud. Dan lebih penting lagi, bagaimana seseorang bersikap atas seberapa siap dia merepresentasikan wanita atau perempuan. Keduanya tidak salah, memang beginilah adanya situasi gender yang ada di negara kita, historikal. Bukan karena satu kata lebih tinggi dari yang lain maka kata komparasinya tersebut jadi tabu.

Perempuan mulai dari lahir hingga dewasa selalu dilekatkan dengan pertanyaan yang tanpa akhir. Mulai dari warna identik dengan pink dan permainan yang dikenalkan semenjak kecil adalah boneka, kecantikan dan masak-memasak plus belanja. Beranjak remaja mereka harus bergaul dengan perempuan membantu ibu didapur, membersihkan rumah dan aturan boleh dan tidak boleh. Sedangkan anak laki-laki menemani ayah membaca koran dan noton teve plus siap makan. Urusan dapur adalah miliknya ibu dan anak perempuan. Beranjak dewasa akan dicecar atau dihujani dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat menggangu sekaligus membuat sedih bagi perempuan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun