Mohon tunggu...
Melda Imanuela
Melda Imanuela Mohon Tunggu... Penulis - Founder Kaukus Perempuan Merdeka (KPM)

Trainer, Education, Gender and Financial Advisor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Saracen dan First Travel, Lapak Agama Laris Manis

30 Agustus 2017   16:41 Diperbarui: 31 Agustus 2017   11:21 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus Saracen dan First Travel "Lapak Agama Laris Manis"

Indonesia di bulan Agustus 2017 kita lagi diramaikan dengan dua kasus  yaitu "Kasus Saracen dan First Travel" yang terbongkar dan ditangkap oleh aparat kepolisian. Banyak pemberitaan terkait dua kasus tersebut, kasus Sarasecan  tentang sindikat kelompok pelaku kejahatan siber dengan menyebarkan berita hoax sedangkan kasus PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel tentang Kasus penipuan perjalanan umrah. 

Dua kasus tersebut menjadi perbincangan tak hanya di pemberitaan media massa baik online dan cetak bahkan menyasar media sosial dengan statusnya dan upload foto ramai tak jarang juga menggunakan "meme" yang sarat dengan sindiran kepada pelaku penipuan. Bentuk amarah dan kekecewaan dari korban yang ditipu mereka yang merupakan agen atau penyedia layanan jasa dalam perjalanan agama dengan harga yang murah dan penyedia jasa konten kebencian dengan menyebarkan atau memviralkan berita "hoax"di media sosial yang mudah diakses.

Fenomena Saracen dan First Travel ini adalah bukti nyata betapa begitu mudahnya buka lapak atau jualan agama di masyarakat kita bahkan laris manis. Lapak agama ini paling mudah dikalangan masyarakat yang sentimentil terhadap isu agama dan tergiur dengan janji surga. Kajian, analisis dan literasi pengetahuan akan media dan ajaran agama yang masih minim. Agama jadi alat menggiring dan digiring yang sarat dengan kekuasaan (politik)  dan keuntungan (ekonomi), yang menjadi miris dan tampak mulai kronis dikalangan masyarakat Indonesia yang buta akan situasi kondisi di negara ini. 

Kultur kemalasan yang mengerogoti masyarakat kita semua serba instan kayak makan mie dan kopi yang serba praktis dan cepat ditambah dengan harga murah pokoknya prinsip paket hemat. Selain itu adanya kecenderungan dikalangan masyarakat kita sekarang ini gaya hidup yang konsumtif dan hedon. Virus kemalasan akan membaca buku karena serba akses informasi yang serba online memudahkan semua menjangkaunya tanpa diimbangi dengan daya nalar yang kritis sehingga asal caplok dan membagikan berita tanpa melakukan "check, recheck and crosscheck" atau tabayunketika mendapatkan informasi. Padahal mendeteksi berita hoax dapat dilakukan dengan berbagai cara. 

Seluruh agama yang ada menjadikan moral dan kemanusiaan sebagai platform utama dalam mengimplementasikan esensi agama. Ajaran dan nilai-nilai yang dikandung dalam setiap agama ini menempatkan kemanusiaan sebagai unsur utama dalam beragama, baik itu prilaku setiap hari, hubungan antara sesama, serta tujuan hidup di alam ini; semuanya merupakan unsur penting dalam agama. Tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan kekerasan dan pembunuhan, karena kekerasan tidak butuh agama. 

Demikian halnya bahwa dalam dunia ini tidak ada yang instan semua butuh perjuangan dalam proses menjadi manusia. Bahwa "Hidup adalah impian bagi orang BIJAK, Permainan bagi orang BODOH, Lelucon bagi orang KAYA, dan Tragedi bagi orang MISKIN".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun