Mohon tunggu...
sumantri suwarno
sumantri suwarno Mohon Tunggu... -

pengembara kehidupan, sedikit membaca, banyak mencerna....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pembatasan Premium, Sesat yang Sempurna

21 Desember 2010   02:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:33 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada rasa miris yang luar biasa jika melihat sesat logika yang dipakai pemerintah dalam pengelolaan energi, apalagi jika dihubungkan dengan relasi rakyat dan negara. Saya merasa logika pemerintah yang mengajukan proposal pembatasan premium sesat karena pertimbangan sebagai berikut.

Sesat Filosofi : Subsidi yang dilakukan negara terhadap rakyatnya adalah sah. Karena hubungan negara dengan rakyat bukanlah perusahaan dengan pelanggan. Karena ada kewajiban membayar pajak (upeti) maka , rakyat pada batas tertentu juga berhak mendapatkan kompensasi dari negara, yaitu pelayanan aparat negara, infratruktur negara, maupun kompensasi ekonomi berupa subsidi diantaranya kesehatan, pendidikan, BBM, dll. Jadi jika pemerintah selalu berfikir untuk mengurangi subsidi, maka sesungguhnya negara sedang dalam proses pengingkaran relasional negara-rakyat.

Sesat Konstitusi Tentang Bahan bakar Minyak : Pasal 33 UUD 1945 jelas mengamanatkan bahwa bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya haruslah digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Amanat ini jelas, bahwa ada tugas dari konstitusi bagi penyelenggara negara untuk mengelola sumber daya alam dengan baik, dan hasilnya untuk memakmurkan rakyat. Pengenaan harga internasional terhadap minyak yang diambil dari tanah di samping rumah kita, untuk kemudian dari harga itu dihitung subsidi yang dikeluarkan, benar secara akuntansi tetapi salah terhadap janji konstitusi.

Sesat Ekonomi : ada kemalasan berfikir dari pemerintah untuk menemukan formulasi manajemen energi yang benar demi efisiensi ekonomi negara. Dalam sebuah kesempatan Hatta Rajasa mengatakan bahwa pembatasan BBM di Jabotabek bisa menghemat subsidi 2 trilyun http://de.tk/JEduS , sementara karena pengelolaan penjualan gas yang sembrono, PLN masih banyak membakar solar bagi gensetnya sehingga konsumsi BBM bagi PLN untuk 2010 akan mencapai hampir 9 juta Kilo liter http://de.tk/DFDz8 .

Jika pemerintah mau mengalokasikan gas untuk PLN maka dengan perbandingan harga gas dan sollar, sangat mudah dilakukan penghematan 20-30 trilyun. Pemerintah selalu menggunakan parameter instan, yaitu harga gas di pasaran internasional yang hampir 2x lipat daripada jika dijual ke PLN. Tetapi pemerintah lupa terhadap penghematan konsumsi BBM PLN yang juga bernilai puluhan trilyun secara langsung, dan multiplier effect jika dengan harga BBM yang murah ,mobilitas ekonomi masyarakat menjadi  lebih tinggi.

Sesat Metodologi : Dari berbagai kesesatan yang telah disebutkan di atas, ketika pemerintah sudah tersesat dengan melakukan keputusan pencabutan subsidi , bahkan metodologinya pun sesat. Pembatasan BBM bagi kendaraan plat hitam dan dilakukan secara clustering sangat berbahaya bagi munculnya chaos di masyarakat. Perbedaan harga yang hampir 2500 per liter akan mendorong terjadinya tindak melawan hukum baik yang dilakukan oleh kendaraan plat kuning, maupun kendaraan di luar daerah pembatasan.

Kita tidak bisa membayangkan polisi akan melakukan tilang dengan setiap kali memeriksa tanki bensin mobil plat kuning, maupun mobil yang melintasi daerah pembatasan. Akan lebih mudah jika pemerintah berani menaikkan harga BBM, karena shock yang ditimbulkannya tidak terlalu besar (dengan menyiapkan mekanisme subsidi langsung buat masyarakat bawah ). Polisi yang bahkan sudah kewalahan menangani urusan kamtibmas, akan semakin disibukkan (mungkin juga diuntungkan) dengan kegiatan baru "razia bbm".

Sesat Yang Sempurna

Terjadinya sesat pikir dalam sebuah negara tentu tidak bisa lepas dari tanggung jawab kepala pemerintah, dalam hal ini SBY. Tidak mungkin SBY tidak memahami resiko dari seluruh sesat-sesat yang terjadi dalam pengelolaan manajemen energi kita. Bahkan bagi saya terutama dalam sesat metodologi, SBY berperan besar meloloskan proposal pembatasan premium ini.

Tentu sebelum diwacanakan ke publik, Menko perekonomian, Menkeu, dan MESDM telah terlebih dahulu membicarakannya dengan SBY dalam rapat kabinet. Sebagai Presiden, sangat mudah bagi SBY untuk membelokkan dan membenarkan logika sesat yang dimiliki para pembantunya. Tetapi, sangat mungkin juga kesesatan ini terjadi justru karena memenuhi keinginan SBY. SBY selalu menghindari keputusan yang berdampak buruk bagi pencitraannya. Mungkin saja dia berpikir kenaikan BBM jauh lebih buruk daripada pembatasan BBM. Dia berharap, pembedaan kemasan ini akan membedakan persepsi masyarakat. Sebuah sesat yang sempurna.

penikmat twitter @mantriss

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun