Papua, sebuah wilayah di ujung timur Indonesia, telah lama menjadi pusat perhatian karena kekayaan alamnya yang melimpah serta kompleksitas politik dan sosial yang menyertainya. Baru-baru ini, kampanye "All Eyes on Papua" telah menggema di media sosial, menarik perhatian publik terhadap isu-isu mendesak yang dihadapi oleh masyarakat adat Papua.
Salah satu isu kontroversial yang tengah hangat diperbincangkan di media sosial adalah perijinan penanaman kelapa sawit di hutan Papua. Kelapa sawit merupakan komoditas ekspor utama Indonesia dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Namun, penanaman kelapa sawit sering kali dikaitkan dengan deforestasi, kerusakan lingkungan, serta konflik agraria dengan masyarakat adat setempat.
Sejarah Integrasi Papua ke Indonesia
Untuk memahami situasi saat ini, penting untuk melihat kembali sejarah integrasi Papua ke Indonesia. Pada tahun 1963, setelah periode singkat di bawah administrasi PBB, Papua Barat (sekarang Papua) secara resmi menjadi bagian dari Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969. Namun, proses integrasi ini tidak berjalan mulus dan meninggalkan luka mendalam bagi banyak masyarakat adat Papua.
Sejak saat itu, gerakan kemerdekaan terus berkembang sebagai respons terhadap apa yang dianggap sebagai ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah pusat. Gerakan-gerakan ini sering kali berujung pada bentrokan dengan aparat keamanan, menciptakan siklus kekerasan yang sulit diputus.
Gerakan Kemerdekaan dan Konflik Sosial
Gerakan kemerdekaan di Papua memiliki akar dalam ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang dianggap merugikan masyarakat adat. Salah satu isu utama adalah eksploitasi sumber daya alam tanpa memberikan manfaat signifikan bagi penduduk lokal. Hutan-hutan tropis yang luas dan kaya akan keanekaragaman hayati sering kali menjadi sasaran industri perkebunan dan pertambangan.
Baru-baru ini, perhatian tertuju pada rencana penanaman kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) di Kabupaten Boven Digul. Proyek ini diperkirakan akan menghilangkan hutan seluas 36 ribu hektare---lebih dari separuh luas Jakarta---dan menghasilkan emisi karbon dioksida dalam jumlah besar. Masyarakat adat Marga Woro dan suku Awyu, yang sangat bergantung pada hutan untuk kehidupan sehari-hari mereka, menentang keras proyek ini.
Isu Utama: Penanaman Kelapa Sawit
Kampanye "All Eyes on Papua" muncul sebagai reaksi terhadap ancaman terbaru terhadap hutan adat tersebut. Menurut Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, pembabatan hutan untuk perkebunan kelapa sawit tidak hanya merusak ekosistem tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat setempat. Hutan bagi mereka bukan sekadar lahan; ia adalah sumber pangan, air bersih, obat-obatan tradisional, serta bagian integral dari budaya mereka.
Proses hukum terkait izin lingkungan kebun sawit PT IAL kini tengah berlangsung di Mahkamah Agung (MA). Ini menjadi harapan terakhir bagi masyarakat adat untuk mempertahankan hak atas tanah leluhur mereka. Selain itu, aksi damai juga digelar di depan gedung MA sebagai bentuk protes terhadap pengabaian hak-hak masyarakat adat oleh negara.