Upaya Mencegah Kerusakan Bangsa, KLB Mengganti Ketua Umum Partai PAN Zulkifli Hasan merupakan Keniscayaan.
Oleh : Mansurya Manik
Wakil Ketua DPW PAN Jawa Barat Periode 2020-2025
Dalam kaidah ushul fiqih disebutkan “ dar'ul mafaasid muqaddamun 'ala jalbil masholih artinya Mencegah mara bahaya lebih didahulukan dari mengambil keuntungan”. Maknanya jika upaya mencegah kerusakan dilakukan maka secara otomatis keuntungan juga didapatkan. Tetapi jika mengambil keuntungan didahulukan sedangkan kerusakan diabaikan maka keuntunganpun menjadi rusak oleh sebab kerusukan itu sendiri.
Pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional saudaraku Zulkifli Hasan yang merupakan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dengan mengusulkan agar Pemilihan Umum 2024 ditunda dapat merusak dan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kapasitasnya sebagai ketua umum partai yang memiliki anggota Dewan Perwakilan Rakyat di parlemen dan juga sebagai Wakil Ketua MPR memberinya kekuatan dan peluang untuk mempengaruhi elit partai agar setuju terhadap apa yang diinginkan untuk menunda pemilu 2024.
Keinginan untuk menunda Pemilu itu sangat jelas melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan implikasinya ke banyak hal. Ada beberapa pasal dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilanggar yaitu ; Pasal 7 “ Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.” Kemudian BAB VII, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, Pasal 19 ayat (1) “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum”. Lalu BAB VIIA, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, Pasal 22C ayat (1) “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih melalui pemilihan umum”. Serta BAB VIIB, PEMILIHAN UMUM, pasal 22E ayat (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Ayat (2) “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”.
Didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak ada pasal yang mengatur tentang penundaan pemilu dan masa perpanjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Yang ada pasal tentang pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden, tercantum dalam pasal 7A “ Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhinatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Tentu saja dengan kewenangannya Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat melakukan sidang dengan agenda mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan membuat pasal baru sebagai payung hukum adanya penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Payung hukumnya harus tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebab kalau diletakan di Undang-Undang maka Undang-undang tersebut akan digugat ke Mahkamah Konstitusi dan dipastikan Undang-Undang tersebut akan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, karena jelas melanggar Konstitusi.
Kalau terjadi penundaan pemilihan umum, siapa yang akan jadi Pejabat Sementara Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ?. Bagaimana syarat dan ketentuannya?. Kalau yang sedang menjabat ditetapkan sebagai Pejabat Sementara, apa dasarnya?. Mengapa mereka?. Bagaimana kalau rakyat tidak setuju jika mereka ditetapkan sebagai pejabat sementara?. Kemana rakyat akan menguggatnya?. Pertanyaan pertanyaan seperti ini harus dijawab dengan alasan yang logis. Atau mau dijawab dengan bedil mengerahkan kekuatan bersenjata?. Pokokya rakyat harus nurut, titik ..!!.
Namun demikian pertanyaannya yang paling utama adalah apa hal fundamental saat ini dan kebutuhan dimasa depan sehingga perlu ada perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengakomodir pasal tentang penundaan pemilu dan pasal-pasal lain implikasi dari tertundanya pemilu?. Pertanyaan ini perlu dilontarkan agar didapat landasan dan argumen filosofis sebagai dasar perubahan UUD 1945.
Dalam pernyataannya, saudaraku Zulkifli Hasan menyampaikan lima hal sebagai argumentasi perlunya penundaan pemilu sebagai dasar perlunya kembali dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.