Setiap Pemerintah daerah mempunyai aturan atau kebijakan-kebijakan tersendiri dalam mengoptimalisasi potensi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam rangka membiayai pembangunan di daerah, hal ini juga dilakukan oleh pemerintah kota Kendari, dimana salah satu sumber pendapatan PAD nya adalah Pajak Tambang Galian Golongan C, sepintas hal ini adalah suatu hal yang lumrah, namun praktek pungutan pajak tambang galian golongan C yang  oleh Pemkot Kendari meresahkan para kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek pemerintah di lingkup pemerintah kota Kendari, yang merupakan obyek yang dikenai pajak tambang galian golongan c tersebut, apa pasal?
Sejatinya pajak ini dikenakan atau ditarik dari pengusaha yang bergerak dibidang usaha penambangan galian golongan C, seperti penambangan pasir, tanah timbunan dan juga batu gunung atau batu pecah, sementara di kota Kendari pajak ini ditarik dari para kontraktor yang mengerjakan proyek pemerintah di lingkup pemerintah kota Kendari, yakni dengan cara menarik langsung pada proses pencairan dana proyek yang telah selesai diserah terimakan, pencairan dana ini tidak akan diproses jika kontraktor tidak membayar pajak tambang golongan C dan juga pungutan lain yaitu sumbangan pihak ketiga.
Mekanisme pungutan ini dilakukan pada saat pencairan, dimana petugas di bagian keuangan melakukan verifikasi semua berkas yang dibutuhkan dalam proses pencairan dana proyek, dan sekalian merinci besaran jumlah pajak tambang galian golongan C yang harus dibayar yang besarannya 2,5%, bahkan pada saat pertama kali aturan ini diterapkan pajaknya sebesar 25% dari harga bahan tambang galian C yang digunakan dalam setiap proyek. Namun aneh bin ajaib juga bahwa jumlah yang harus dibayarkan bisa dinegosiasikan dengan petugas yang menghitung, artinya tidak ada aturan baku yang digunakan oleh petugas pemerinci besaran pajak yang harus dibayarkan oleh kontraktor, sebagai contoh ada kontraktor yang diberikan rincian pajak untuk pekerjaan pembetonan pajak yang harus dibayar adalah 2.5% dari harga pekerjaan beton, padahal secara logika pekerjaan beton itu harganya termasuk ongkos kerja dan bahan lain seperti besi dan juga semen yang bukan termasuk bahan tambang galian C.
Aneh memang bahkan lebih aneh lagi bahwa semua bahan tambang galian C yang digunakan di kota Kendari seperti batu gunung dan pasir kecuali tanah timbunan itu berasal dari daerah lain atau kabupaten tetangga kota Kendari, dan tentunya sudah dikenakan pajak tambang galian golongan C oleh daerah asal bahan tersebut  dan harga yang dibeli oleh kontraktor sudah include dengan harga pajak tambang galian.
Aturan ini kalau tidak salah diberlakukan mulai tahun 2013, dan mendapat reaksi keras dari pelaku jasa konstruksi di kota Kendari apalagi saat itu dibebankan pajak sebesar 25% dari harga bahan tambang galian C, sehingga saat itu dilakukan pengurangan-pengurangan namun tetap diberlakukan sebagai sebuah kewajiban bagi kontraktor hingga saat ini, padahal dari rapat dan pertemuan-pertemuan dengan pemerintah dan pihak legislatif serta juga asosiasi jasa konstruksi ini sudah diputuskan untuk tidak diberlakukan, namun entah ada kongkalingkong atau apalah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah serta Dinas Pendapatan kota Kendari tidak bergeming untuk terus melakukan pungutan pajak siluman yang meresahkan kontraktor di kota Kendari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H