Mohon tunggu...
Mansur Afandi
Mansur Afandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Humoris

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perang Ukraina, Sebab-sebab, dan Kapan Konflik Ini Akan Berakhir?

9 Mei 2023   19:15 Diperbarui: 9 Mei 2023   19:48 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang yang terjadi antara Russia dengan Ukraina sampai saat ini masih belum menemui titik terang. Tepat pada Kamis 24 Februari 2022, Federasi Russia menggencarkan serangan milliter terhadap  Ukraina. Selain serangan militer, Russia  juga melakukan serangan siber dan  serangan informasi melalui media  masa yang  hal itu  tentu  sangat merugikan Ukraina.  Serangan yang dilakukan  Russia ini  terjadi seminggu setelah Duta Besar Russia di Jakarta memberi  bantahan bahwa akan ada invasi. Jika dillihat dari  sejarah, konflik antara Russia dengan Ukraina  sebenarnya telah  berlangsung sedari lama.  Rusia  dan Ukraina memiliki hubungan  sejarah yang  sangat panjang. Perlu diketahui bahwasannya  Ukraina dulunya merupakan negara pecahan  dari Uni Soviet. Pada abad  ke-18, Ukraina menjadi bagian dari kekaisaran Rusia. Kemudian  dalam perkembangannya, ketika revolusi Bolshevik Meletus pada tahun 1917 Rusia dan Ukraina sempat  beberapa kali terlibat konflik. Sekitar tahun  1920an, Russia dan Ukraina resmi  menjadi  bagian  dari Uni Soviet.

Pasca runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, akibat kekalahannya dalam perang dingin melawan Amerika Serikat. Uni Soviet  pun pecah dan banyak  negara-negara didalamnya yang memisahkan  diri termasuk Rusia dan Ukraina yang menjadi  negara yang merdeka. Ukraina mendeklarasikan kemerdekaanya pada 24  Agustus  1991.  Kemudian, pada 14 Februari 1992, Russia dan  Ukraina menjalin hubungan diplomatic antar  keduanya yang menghasilkan traktat  persahabatan, kerjasama, dan  mitra  kerja antara  Rusia dan Ukraina tahun  1997. Perjanjian ini menggabungkan  bidang  hubungan social, militer, ekonomi, dan  politik antar kedua negara. Namun  diakhir tahun  2004 sampai  awal tahun 2005, banyak aksi protes terjadi di Ukraina dikarenakan maraknya masalah korupsi yang terus  terjadi  selama bertahun-tahun sejak  masa  kepemimpinan Presiden  Leonid Kuchma.

Sejak pergantian kepemimpinannya yang  digantikan  oleh  Viktor Yuschenko, hubungan  diplomatic antara Russia dan  Ukraina mulai mengalami pasang surut. Hal ini  dikarenakan sikap  politik dari Presiden Viktor  cenderung  lebih condong ke barat. Hal  inilah yang membuat Rusia merasa  geram,  karena  barat merupakan musuh terbesar  dari Rusia. Ketegangan besar  semakin jelas ketika Presiden Viktor memiliki rencana ingin  Ukraina  menjadi bagian  dari Uni Eropa. Pada tahun  2006, terjadi persengketaan masalah pasokan gas  antara  Rusia dan Ukraina, yang  mana  Rusia merupakan pemasok minyak dan gas untuk Eropa termasuk Ukraina. Pada 1 Januari  2006, Rusia  menghentikan  pasokan minyak  dan  gas mereka karena  masalah kenaikan  harga. Hubungan antara keduanya pun  semakin renggang karena Ukraina  tidak bisa membayar hutang dan  dendanya kepada Rusia. Alhasil pasokan minyak dan  gas dari Russia ke Ukraina  mulai dikurangi.

Konflik terus  berlangsung hingga saat ini dan memunculkan permasalahan baru ketika Ukraina yang dipimpin  oleh Presiden Volodimir Zelenski memiliki keinginan untuk gabung ke dalam  NATO. Diketahui bahwa akhir-akhir ini Rusia mengerahkan pasukan militernya sekitar 100.000 tentara ke perbatasan Ukraina. Jika dilihat dari akar sejarah yang mana Rusia dan Ukraina sama-sama negara pecahan Uni Soviet, sepertinya Putin tidak rela apabila Ukraina bergabung dengan barat. Terlebih wilayah Ukraina yang tepat berbatasan langsung dengan Rusia, tentunya juga akan membahayakan kedaulatan dan keamanan dari Rusia sendiri apabila NATO membangun pangkalan militernya di dekat perbatasan Rusia. Putin juga menyebut bahwasannya Ukraina merupakan jantung bersejarah bagi orang Slavia dan memberi peringatan bagi barat untuk tidak ikut campur dalam permasalahan ini. Apabila dilihat dari sumber permasalahannya, konflik Rusia dan Ukraina ini merupakan konflik politik, bukan sengketa hukum ataupun yang lainnya. Konflik ini agak berbeda dengan konflik-konflik yang terjadi antar negara yang lain, karena Rusia sendiri merupakan anggota tetap dewan keamanan PBB.

Kapan konflik antara Rusian dengan Ukraina akan berakhir?

Tentunya  ini menjadi pertanyaan yang banyak dilontarkan bagi banyak kalangan masyarakat. Terlebih karena sejarah hubungan yang panjang antara Rusia dan Ukraina, tentu hal ini tidak akan dengan mudah begitu saja untuk menyelesaikan konflik antara dua negara ini. Apalagi kedua negara ini masih sama-sama ngotot dan terus berpegang teguh atas pendiriannya masing-masing. Banyak para pemimpin negara di dunia mengecam atas berbagai tindakan yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina. Dilansir dari beberapa sumber yang saya baca, untuk ikut serta dalam upaya menyikapi konflik ini. NATO disinyalir akan mengerahkan tentaranya sebanyak 140.000 di sekitar wilayah Ukraina serta memberikan mobilisasi berbagai peralatan militer yang canggih. Menurut saya ini bukanlah langkah yang bagus bagi NATO untuk mengatasi konflik ini. Justru dengan hal ini intensitas konflik akan semakin tinggi. Karena seperti yang kita ketahui, NATO sendiri merupakan salah satu musuh terbesar bagi Rusia. Dengan ikut serta NATO dalam upaya pengerahan militernya ke perbatasan Ukraina, sama saja dengan mengibarkan bendera perang yang lebih parah. Tidak menutup kemungkinan jika hal ini terjadi, maka perang dunia 3 tidak dapat kita hindari.

Berbagai upaya diplomasi telah dilakukan oleh banyak negara kepada Rusia untuk menghentikan invasi militer ini, salah satunya Indonesia yang diwakili oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu yang lalu. Namun upaya ini sepertinya tidak membuahkan hasil apa-apa, karena sampai sekarang pun Putin masih mengerahkan pasukan militernya ke perbatasan Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku akan menghentikan invasinya ke Ukraina asalkan Ukraina berhenti melawan dan memenuhi tuntutannya. Rusia ingin Ukraina menjadi negara yang netral dan tidak memihak manapun. Menurut saya sendiri selaku penulis, satu-satunya konflik ini dapat selesai adalah dengan terpenuhinya segala tuntutan Rusia ke Ukraina untuk tidak bergabung ke NATO. Karena akar konflik ini dimulai dari Rusia yang melakukan invasi, maka Rusia sendirilah yang bisa menentukan akhir dari konflik ini seperti apa. Bagaimana menurut kalian?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun