Fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian
Waktu menunjukkan pukul 02.45 wib. saya mendapat WA dari tetangga. Tetanggaku mengajak antre gas elpigi. "Waduuh... masih malam sekali "pikirku. Tapi itulah kenyataannya. Kami tinggal di kota tetapi untuk mendapatkan gas elpigi yang harga murah atau harga sesuai yang di anggarkan pemerintah sangatlah sulit. Â kami harus membeli gas elpigi di pangkalan untuk mendapatkan harga yang semestinya. Tetapi resikonya harus ikut antre di pangkalan gas tersebut. Seperti halnya sekarang ini saya ingin mendapatkan gas elpigi 3 koli gram di pangkalan, untuk itu saya ikut antre mulai pukul 02.45 malam. tentunya bersama-sama ibu-ibu rumah tangga lainnya.Â
Harga gas elpigi 3 kilo gram di pangkalan sebesar Rp.25.000 tetapi harga eceran gas elpigi di luar pangkalan bervariasi. Harga mulai  dari Rp. 30.000 sampai 35.000 . Harga yang jauh selisihnya ini membuat emak-emak ini rela datang untuk antre di tengah malam. Mengingat keperluan gas elpigi dalam seminggu 4 tabung maka saya harus berloma ikut antre. Jika dipikir-pikir menhabiskan waktu untuk antre khususnya waktu istirahat malam. Jam 02, 45 yang selayaknya untuk tidur atau solat malam yang biasa dilakukan, akhirnya digunakan untuk mengantre gas elpigi.Â
Kadang-kadang sebagai ibu rumah tangga merasa prihatin atas fenomena ini, di mana sebagai warga yang hidup di masa kini dan di kota pula ternyata kehidupan sehari-hari masih memerlukan perjuangan yang keras untuk bisa menyungkupi keperluan sehari-hari. Â Apalagi akhir minggu ini BBM dinaikkan oleh pemerintah karena berbagai hal sebagai alasannya. Akibatnya hampir semua kebutuhan pokok turut naik harganya. Karena itu syah-syah saja sampai emak-emak antre mengejar harga gas elpigi yang lumayan terjangkau dibanding dengan harga eceran di luar pangkalan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H