Mohon tunggu...
Manjaro Pai
Manjaro Pai Mohon Tunggu... Freelancer - Ayahnya Manjaro

Every day for us something new Open mind for a different view And nothing else matters (Metalica)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

KETIKA DOSA MENJADI CANDU

9 Mei 2020   02:36 Diperbarui: 9 Mei 2020   03:35 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


KETIKA DOSA MENJADI CANDU

Oleh : Manjaro Pai

Terengah-engah nafas Boris saat dia tiba di bawah jembatan sebelah barat stasiun. Di bawah jembatan tua buatan kolonial Belanda yang dibangun agar mobil bisa melintas di atas rel kereta, situasi di tempat itu cukup sepi. Sambil gemetar Boris membuka sebuah dompet yang baru saja berhasil dia ambil dari salah seorang ibu yang baru pulang dari pasar. Dia komat-kamit menghitung lembar uang yang ada di dalam dompet tersebut, diakhiri dengan senyuman dan mengecup tujuh lembar uang pecahan puluhan ribu yang Boris keluarkan dari dompet. Lalu uang itu Boris masukan ke dalam kantong kemeja seragamnya, sementara dompet dan isi lainya dilempar ke balik batu besar yang ada di bawah terowongan. Lalu Boris melihat ke sekeliling untuk meyakinkan tidak ada orang yang melihat ke arahnya, setelah dirasa yakin aman dan tidak ada yang melihat segera Boris keluar dari terowongan itu dan bergegas menuju jalan raya.
Setelah Boris menaiki lereng jembatan tibalah dia di jalan raya. Langkahnya pasti, dengan muka girang menuju sebuah toko buku di persimpangan jalan. Boris dengan wajah penuh senyum memanggil pelayan toko yang kemarin mengusir Boris saat sedang asyik melihat satu paket alat gambar. Alat gambar tersebut terdiri dari satu kotak krayon 54 warna, satu kotak cat air 24 warna dan sebuah kuas. Boris menanyakan total harga barang tersebut, dan di jawab oleh pelayan dengan nada  sedikit kasar. "Semuanya 55.000 rupiah, kamu ada uang sebesar itu?".
Dengan mata yang terus memandang mata si pelayan dan disertai sedikit senyum, Boris mengeluarkan beberapa lembar uang dan memisahkan satu lembar, lalu uang yang satu lembar dimasukkan kembali ke kantong seragamnya. Beberapa lembar sisanya Boris serahkan ke pelayan toko, sambil tersenyum dia berkata "ini uangnya bung, tolong bungkus dan kembaliannya kamu ambil saja, dan jangan lupa buatkan nota".
Si penjaga toko sedikit kaget, karena bocah kecil yang biasa hanya sanggup melihat lihat hari ini sedikit belagu. Tapi dia buang jauh-jauh rasa kesalnya, dia segera membungkus barang tersebut dengan semangat, dia cukup senang karena mendapat uang kembalian belanja Boris.
Setelah mengambil barang belanjaannya, Boris melirik jam dinding yang menempel pada tembok ruangan tepat di atasnya, ternyata sudah pukul 11.50. Boris segera mengemasi barang-barang tersebut dan berlari menuju sekolahnya. Lokasi sekolah memang tidak jauh dari toko buku tersebut, hanya terhalang dua rumah dan satu gereja tua. Setibanya di pintu kelas Boris berjalan dengan santai memasuki ruangan lalu menempati salah satu bangku di bagian tengah.
Satu bangku di depan Boris sedang ramai anak-anak lain melihat lihat alat gambar yang di miliki Ernest, dia anak orang kaya hampir semua alat sekolah yang dia miliki selalu yang terbaik. Sayangnya dia agak sedikit congkak, begitu juga hari itu. Ernest membiarkan teman-temannya melihat lihat di bangkunya, sementara dia berdiri di tempat Boris dan berkata "Maaf agak ramai ya, mereka sedang melihat-lihat alat gambar terbaik punya saya, apa kamu mau melihatnya juga?"
Boris hanya tersenyum sambil mengeluarkan alat gambar yang baru saja dibelinya dan menjawab pernyataan Ernest dengan santai "Maksudmu alat gambar seperti ini?" sambil menoleh ke meja Ernest. "Eh, maaf jumlah krayon kamu Cuma 36 ya? Punya ku ternyata 54 ini."
Saat mendengar krayon milik Boris berjumlah 54 warna serentak semua anak bereaksi kaget dan meninggalkan meja Ernest lalu berebut melihat krayon milik Boris. Sementara Ernest masih berdiri di sebelah Boris yang tersenyum menang.
Ya hari itu Boris mampu mengalahkan kecongkakan Ernest, bahkan saat itu Boris bisa menjadi pusat perhatian kawan satu kelas. Biasanya Boris selalu menjadi bahan cemoohan dan bulan-bulanan ejekan temannya. Dari mulai baju seragam, sepatu, tas sampai alat tulis yang Boris gunakan selalu bekas soudara sepupunya yang umurnya dua tahun diatasi dia. Kenyang sudah Boris dihina setiap harinya, tapi hari ini dia bisa angkat kepalanya tinggi-tingi. Dia menikmati momen tersebut sampai dalam hatinya terucap, "besok lusa kalian akan lihat, bukan hanya krayon yang baru. Hehehehe." Boris tidak sadar bahwa dia sedang memulai sebuah rentetan dosa.
Beberapa hari berlalu, kembali Boris terlihat kembali di bawah jembatan. Wajah nya kesal dan sedikit gemas. Dia lemparkan sebuah dompet ke dinding terowongan sambil bersumpah serapah. Ternyata sebuah dompet yang Boris dapatkan dengan susah payah hanya berisi dua puluh ribu rupiah. Jauh dari yang dia harapkan, kali ini Boris berencana untuk membeli sebuah sepatu baru dengan harga delapan puluh ribu. Jam sudah pukul sepuluh lewat empat puluh lima menit. Terlalu mepet untuk beroperasi. Sambil melihat matahari dia menyadari hari sudah terlalu siang dan dia berpikir ulang untuk kembali mencopet hari itu. "Baik besok aku akan beraksi lebih pagi agar bisa memilih sasaran yang tepat' demikian dalam hatinya berucap.
Dua hari kemudian masih di bawah terowongan Boris berjingkrak kegirangan, riang dia melihat isi dompet sebesar seratus dua puluh ribu yang baru saja dia hitung. Hari masih pagi dan dia sudah mendapatkan rezeki nomplok. Seperti biasa dengan menoleh kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada yang melihat dia saat keluar, Boris lalu bergegas menuju Pasar yang berada di ujung timur stasiun. Boris memasuki salahsatu toko sepatu yang baru saja buka, dia langsung menunjuk sepatu yang ada di etalase, sepatu itu dipajang pada rak bertuliskan "New Release". Artinya model sepatu tersebut adalah yang terbaru, pastinya tidak banyak orang yang sudah memiliki dan memakainya. Palingan biasanya si Ernest yang segara akan memakainya dan menyombongkan di depan teman-temannya.
Dan Boris menginginkan segera memakainya ke sekolah, jangan sampai si congkak Ernest mendahuluinya. Saat tiba disekolah seperti dugaan Boris. Ernest sedang dikerumuni teman-temannya dan menyombongkan sepatu barunya. Boris yang berjalan tenang melewati kerumunan para penggila kekayaan si Ernest. Dia berbasa basi bertanya pada kawan nya,"ada apa ini kawan?" dan di jawab oleh Samuel, "Biasa tuh, Ernest sudah pakai sepatu terbaru yang Minggu lalu iklannya baru muncul di tv, lihat tuh kamu pasti ga akan sanggup beli deh".
Boris menjawab santai sambil menuju kursinya lagi, "Oh sepatu baru, sepatunya seperti ini bukan?" sambil dia angkat kedua kakinya di atas meja dengan posisi badan bersandar pada kursi dan kepalanya di topang kedua telapak tangan seperti nyantai di pantai.
Melihat apa yang Boris tunjukan Samual langsung berteriak pada yang lain nya, "woi si Boris juga menggunakan sepatu yang sama persis." Semua kawan nya menoleh lalu mengerumuni kaki Boris diatas meja dan meninggalkan Ernest seorang diri di depan kelas. Hari itu kembali Boris menjadi pusat perhatian mengalahkan si congkak Ernest. Hari itu Boris menjalani hari dengan bahagia.
Tiba saat waktu pulang sekolah, masih belum habis kawan-kawan dari kelas lain memperhatikan sepatu Boris. Sampai Boris menaiki kereta untuk pulang ke rumahnya barulah tidak ada lagi yang orang yang meributkan soal sepatu barunya.
Saat malam hari setelah Boris menyelesaikan kan semua tugas rumah hari itu, dia mengeluarkan alat gambarnya. Di meja yang berada di ruang tengah dia menggambar menggunakan semua alat barunya. Dia melihat ibunya sedikit sibuk membongkar beberapa barang. Dengan penasaran Boris bertanya apa yang sedang ibu cari. Ibunya menjelaskan bahwa dia sedang mencari dompetnya. Ibu menjawab tanpa memandangi Boris, kemudian ibunya mengeluh dengan nada hampir menangis. "Dompet ibu nak, ibu lupa simpan dimana atau mungkin jatuh dimana. Itu uang sisa gaji ibu bulan ini dan titipan teman-teman ibu untuk bayar arisan di kantor, ibu harus mengganti uang mereka kalau dompet ibu tidak ditemukan." Dengan wajah tenang Boris berusaha menenangkan ibunya dan bermaksud untuk berbaik hati menawarkan uang penggantinya. Sebelum itu terucap ibunya menyambung keluhan lain.
"Yang lebih parah didalam dompet itu ada KTP, SIM, STNK dan surat berharga lain nya. Uang bisa saja ibu pinjam sana sini buat mengganti nya, tetapi surat surat berharga itu susah untuk membuat gantinya. Tolong dulu bantu ibu nak, cari sampai ketemu." Ibu Boris memelas minta tolong.
Boris sedikit berfikir tentang beberapa dompet yang sudah ia rampas dari pemiliknya. Dia membayangkan seperti apa paniknya mereka yang sudah kehilangan dompet dompet itu. Total semuanya sudah ada lima orang yang dompetnya berhasil dia copet dalam beberapa hari kebelakang ini.
Tapi dalam kondisi itu perhatian Boris masih fokus untuk mencari dompet ibunya. Setelah sekian lama Boris membantu dan membongkar isi rumah maka Boris bertanya pada ibunya kemana saja hari ini ibu pergi. "Ibu, sebelum ibu sadar dompet ibu hilang ibu kemana saja tadi."
"Ke warung ko Asuy buat beli kelengkapan dapur nak, kenapa?" Boris dengan gesit menjawab "mungkin tertinggal di warung Bu, Boris akan coba cari di sana, ibu duduk dulu dengan tenang." Sambil dia menyodorkan kursi yang tadi dia gunakan untuk belajar lalu dia bergegas keluar menuju warung Ko Asuy.
Sambil menunggu Ibu melihat meja Boris yang dipenuhi barang barang mahal. Ibu heran dengan isi meja itu. Sampai-saampai ibu  berfikir bahwa Boris yang mencuri dompetnya. Ibu menangis melihat semuanya dan dia terduduk lesu membayangkan anaknya menjadi seorang pencuri. Tidak berapa lama Boris muncul dan membawa dompet Ibu. "Bu, ini dompetnya ketemu di warung Ko Asuy, kata Ko Asuy tadi ibu buru-buru, dan karena warung sedang ramai Ko Asuy tidak sempat berteriak memanggil Ibu. Coba Ibu periksa apa isinya masih lengkap?"
Ibu lalu memeriksanya. "Alhamdulillah nak, semuanya lengkap. Maafkan ibu ya nak." Ibu meminta maaf sambil menyeka air mata dan memeluk Boris. Boris heran kenapa ibunya meminta maaf. Sambil sedikit tersenyum dan muka keheranan Boris bertanya "kenapa ibu jadi minta maaf?"
Lalu ibu menjawab "Tadi ibu sempat berpikir bahwa kamu sudah mencuri dompet ibu, dan membelanjakan barang-barang mahal yang kamu minta waktu itu." Ibu menjawab sambil menunjuk alat-alat gambar di meja. "Ibu lebih baik tidak memiliki apa-apa, bahkan tidak memiliki anak dari pada punya anak seorang pencuri. Tapi ternyata semua isi dompet Ibu Masi lengkap dan artinya kamu tidak mencuri." Jawab ibu senang. "Lalu dari mana kamu punya barang-barang itu?" sambung Ibu.
Boris senyum sebentar lalu memberikan jawaban yang sudah sejak awal dia siapkan jika Ibu menanyakan asal usul barang yang Boris miliki, "Bu, Boris kan sekolah siang, tapi tiap hari Boris berangkat lebih pagi agar Boris bisa mengambil kerja paruh waktu di kantin. Dan itu semua Boris beli dengan hasil bayaran kerja paruh waktu tersebut." Dan jelas jawaban Boris itu adalah sebuah kebohongan.
Ibu lalu memeluk Boris dan kembali terisak " Boris anak ibu memang yang terbaik, Ibu bangga padamu, dan ayahmu di surga sana juga pasti bangga." Sambil Ibu melihat foto almarhum ayah Boris yang meninggal sebelum Boris lulus Sekolah dasar. "Maafkan Ibu ya yang tidak bisa memenuhi semua kebutuhanmu, sehingga kamu harus berusaha sendiri memenuhinya."
Mendengar semua kata-kata ibu Boris menatap kosong dan berpikir tentang kebohongan yang sudah dia buat, terutama saat ini membahas soal almarhum ayah. Segera Boris menutup percakapan "Sudah Bu, sekarang Ibu istirahat hari sudah larut. Boris pun harus bangun pagi dan pergi kerja paruh waktu."
Setelah itu masing-masing kembali ke tempat mereka, ibu masuk ke kamarnya dan boris menggelar bantal dan selimut di sofa depan tv, karena memang rumah itu hanya memiliki satu kamar tidur saja. Hari semakin larut tapi Boris tidak bisa memejamkan matanya. Boris teringat paniknya Ibu saat mencari dompet tadi. Lalu bergantian Boris juga membayangkan bagaimana paniknya kelima Ibu yang dompetnya sudah Boris copet. Bayangan dan pikiran tersebut terus mengganggu Boris. Saat Boris memaksa menutup mata dia mengingat satu persatu wajah ibu yang menjadi korbannya. Pasti mereka semua panik bukan kepalang. Kembali Boris memaksa matanya tertutup malah gambar dompet yang tergeletak di bawah terowongan muncul di hadapan Boris. Akhirnya setelah lewat tengah malam Boris berhasil tertidur lelap.
Setelah Shalat subuh Boris bergegas berangkat menuju stasiun kecil di belakang rumahnya untuk menuju sekolah. Setiba di stasiun dekat sekolah, Boris bergegas berlari menuju terowongan kecil tempat biasa dia membuang dompet hasil operasinya. Dia segera mencari semua dompet yang dia buang. Dengan menarik nafas panjang dan dalam Boris bersyukur bahwa semua dompet tersebut masih utuh.
Sesuai hasil renungannya malam tadi, Boris bertekad mengembalikan semua dompet tersebut. Boris buka satu persatu semua ada alamat pemiliknya, Boris lihat di KTP masing-masing dompet. Lalu Boris mengurutkan dari alamat yang terdekat. Dompet satu dan dua Boris lempar di pekarangan rumah yang Luas. Dompet tiga dan empat Boris masukan di kotak surat masing masing pada dua rumah mewah. Saat Boris menuju alamat ke lima dia sedikit bingung karena rumahnya kecil. Rumah itu ada disebuah gang yang padat penduduk nya dan tidak mungkin Boris untuk melemparkannya. Dalam keadaan bingung Boris ditegur seorang wanita gendut berwajah kecut, "sedang mencari apa kamu?" sambil melihat KTP yang di pegang Boris. Boris berusaha tenang dan menjawab "saya mencari alamat pemilik KTP ini ka."
Wanita itu melihat lebih jelas pada KTP yang di pegang Boris, lalu berkata lantang "oh ini KTP Adik saya, Mari saya antar kerumahnya, rumah nya yang tepat dipojok sana." Tangan kanan wanita itu menunjuk sebuah rumah yang lebih pantas disebut petakan, hanya satu pintu dan satu jendela kecil. Sementara tangan kirinya menarik tangan Boris. Boris tidak dapat mengelak lagi, sambil menarik tangan Boris wanita berteriak memanggil adeknya, "Del, Deline ini ada yang menemukan KTP mu." Pada saat itu yang membuat Boris ngeri adalah teriakan wanita itu membuat orang-orang keluar dari beberapa pintu disekitarnya.
Saat wanita tadi masuk dan memanggil seseorang yang bernama Deline Boris berpikir cepat sambil berpura-pura mau mengeluarkan dompet dari dalam tas nya dia memasukan dua lembar uang sepuluh ribu kedalam dompet yang sebenarnya sudah siap dia keluarkan. Saat orang yang bernama Deline keluar warga sudah berkerumun.
Deline keluar langsung menghardik Boris "kamu copet ya? Kamu yang ambil dompet saya?" untung di tenangkan oleh wanita tadi yang mengaku kakak nya. Padahal warga pun sudah geram siap mengeroyok Boris. Boris sudah tidak bisa berbuat apa apa lagi, lari pun susah dengan gang yang sempit dan berkelok itu. Dalam kepalanya dia berpikir "Mati saya, untung cuman dua lembar isinya".
Dengan tenang Boris memberikan dompetnya sambil berkata " Maaf ka, saya menemukan ini kemarin pagi di dekat stasiun saat saya mau pergi sekolah. Sekali lagi maaf baru hari ini saya bisa mengantarkannya. Mohon Kaka coba periksa dulu isi dompetnya. Mudah mudahan semua Masi lengkap."
Dengan kasar dompet itu diambil oleh sipemilik yang bernama Deline, lalu dia memeriksa isinya. Setelah beberapa lama dia tersenyum lebar dan berucap, "Alhamdulillah semua lengkap." Lalu tetangga nya ada yang berteriak. "Deline, Uangnya masih utuh?"
"Ada om, semua" Dewi tidak menyebutkan jumlahnya mungkin dia malu kalau isinya hanya dua puluh ribu.
Boris pun menuai pujian dari orang-orang tersebut. Setelah beberapa percakapan Boris pulang dengan membawa uang imbalan sebesar dua puluh ribu dari wanita gendut tadi. Setelah keluar dari gang tersebut Boris menghela nafas nya dalam-dalam, dia merasa lega telah lolos dari amukan masa. Dia merasakan sebuah sensasi lain. Adrenalinnya memuncak saat menghadapi masa. Dia menemukan sebuah kenikmatan lain saat itu. Dia menemukan ketegangan.
Sejak saat itu Boris tidak lagi rutin mencopet. Anehnya setelah beberapa hari bertahan, Boris merasa ada yang kurang karena tidak mencopet lagi. Dia gelisah bukan karena tidak ada uang. Tapi ternyata dia kehilangan sebuah kenikmatan saat jantungnya berdegup kencang ketika beraksi. Resiko tinggi yang dihadapinya jika ketahuan. Dia kehilangan sebuah sensasi saat berusaha mengeluarkan dompet orang dari tempatnya dan dia kehilangan sebuah ketegangan. Dan ternyata Boris sudah menikmati sebuah "candu" dari mencopet.
Dikemudian hari Boris kembali mencopet hanya untuk mencari ketegangan dan segera mengantarkan dompet tersebut utuh kepada pemiliknya. Dan sesekali dia mendapat hadiah dari pemilik dompet yang dia kembalikan. Uang itulah yang dia jadikan bahan untuk memenuhi kebutuhan. Tapi pada dasarnya dia tidak bisa lepas dari sebuah "candu" berbuat dosa.
Itu sisi terburuk dari sebuah dosa yang dilakukan diusia remaja, menjadi sebuah candu. Dan Boris mengalami kecanduan berbuat dosa. Hingga dewasa Boris terus berusaha untuk mengajak agar adik adik dilingkungannya untuk tidak melakukan satupun dosa yang akan membuat mereka kecanduan seperti dirinya. Tentunya tanpa mengatakan bahwa dia seorang yang kecanduan mencopet.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun