Mohon tunggu...
Manimbul Sihotang
Manimbul Sihotang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Instagram saya : @mnmbls

Mauliate Horas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sistem Patrilineal dalam Pembagian Waris pada Suku Adat Batak Toba

1 Oktober 2022   19:22 Diperbarui: 1 Oktober 2022   19:28 3362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara Indonesia adalah termasuk dalam negara dengan suku bangsa dan budaya yang sangat beragam. Hal ini terlihat dari adanya semboyan "Bhineka Tunggal Ika" yang terdapat pada lambang negara Indonesia, yang memiliki arti berbeda-beda tetapi satu jua. Dengan keberagaman suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa dan lainnya di Indonesia tapi tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Semunya di persatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.

Suku adat Batak merupakan salah satu dari keberagam suku adat yang terdapat di Indonesia. Suku adat Batak termasuk dalam suku dengan jumlah populasi terbanyak ketiga di Indoniesia setelah suku Jawa pada urutan pertama dan suku Sunda pada uruatan kedua. Suku adat Batak pada umunya bertempat tinggal di wilayah bagian utara. Suku adat Batak termasuk suku adat yang terbagi lagi menjadi beberapa bagian atau yang disebut puak yaitu Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak dan Batak Mandailing.

Suku adat Batak Toba pada umumnya terdapat pada daerah Danau Toba seperti Tarutung, Humbang Hasundutan, Tobasa dan juga Samosir. Masyarakat suku adat Batak Toba hingga kini masih manjujung tinggi sistem adat-istiadat Batak Toba, seperti misalnya upacara perkawinan, upacara pemakaman, pembagian warisan dan upacara mangongkal holi yang hingga kini masih bisa kita temukan di daerah kawasan Danau Toba.

Masyarakat Batak Toba dalam sisitem kekeluargaan atau kekerabatan menganut sistem patrilineal, artinya garis keturunan ditarik dari ayahnya. Hal ini dapat kita lihat pada masyarakat Batak Toba yang marganya diturunkan dari marga ayahnya. Seperti contohnya, jika ayahnya bermarga Sihotang, maka otomatis anaknya pasti bermarga atau berboru Sihotang. Disini kita dapat melihat bahwasaannya pihak laki-laki bisa dikatakan lebih tinggi dari pihak perempuan. Tetapi itu hanya saja pada sistem kekerabatannya saja bukan pada segala hal. Sistem kekerabatan patrilineal bukan pada suku Batak Toba melainkan seluruh seluruh puak suku Batak.

Dalam pembagian waris pada suku adat Batak Toba menganut sistem patrilineal, dimana pihak laki-laki saja yang mendapatkan warisan sedangkan pihak perempuan akan mendapatkan bagian dari orangtua suaminya. Pembagian untuk anak laki-laki pertama, anak laki-laki tengah dan anak laki-laki bungsu juga berbeda-berbeda. Pada anak laki-laki pertama akan mendapatkan tanah, anak laki-laki kedua perhiasan dan anak laki-laki bungsu mendapatkan rumah.

Tetapi pada perkembangan jaman saat ini, pembagian warisan sudah banyak menggunakan sistem hukum perdata. Dimana hak waris kepada pihak laki-laki dan pihak perempuan sama rata.

Keberadaan anak laki-laki pada masyarakat Batak Toba sangatlah penting karena sebagai penerus dari silsilah keluarga tersebut. Apabila pada suatu keluarga di masyarakat Batak Toba tidak memiliki anak laki-laki, maka ia dapat mengakat seorang anak laki-laki lingkungan keluarga. Pengangkatan anak tersebut dalam masyarakat Batak Tobta disebut "anak naniain". Pengangkatan anak tersebut harus dilaksana secara terus terang dihadapan keluarga besar dan pemuka-pemuka adat yang bertempat tinggal di tempat orang yang mengangkat anak.

Untuk hak waris bagi anak tiri atau anak angkat dapat disamakan dengan anak kandung. Tetapi anak angkat tidak lagi mendapatkan warisan dari orang tua kandungnya. Tetapi ada jenis warisan yang tidak boleh diturunkan kepada anak angkat yaitu pusaka turun-temurun keluarga tersebut. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun keluarga tersebut adalah anak kandung dari orang yang mewariskannya. 

Akibata dari perubahan zaman yang begitu pesat, peraturan adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat adat Batak Toba. Terkhusus kepada mereka yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang dianggap lebih adil bagi semua anak, hal ini juga dipengaruhi adanya persamaan gender dan persamaan hak antaran laki-laki dan perempuan. Pembagian warisan pada masyarakat Batak Toba kini juga sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Jadi penggunaan sistem pembagian warisan berdasarkan hukum adat suku Batak Toba hanya dipergunakan oleh mereka yang masih tinggal di kampung halaman dan masih menggunakan sistem pembagian warisan berdasarkan hukum adat suku Batak Toba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun