Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perbedaan Gaya Kepemimpinan Presiden dan Bagaimana Menyikapinya

4 Februari 2017   14:59 Diperbarui: 4 April 2017   18:02 40100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inilah daftar Presiden RI sejak tahun 1945 hingga saat ini. Masing-masing memiliki gaya kepemimpinan dan track record yang berbeda-beda ketika memerintah namun mereka adalah figur pimpinan yang wajib kita hormati (Dokumentasi: Wawan Saputro).

Perbedaan gaya kepemimpinan adalah hal yang wajar. Juga perbedaan cara memerintah dan pandangan dalam berpolitik. Demokrasi tentu menghormati perbedaan pandangan politik. Namun, demokrasi juga lebih memilih integrasi (persatuan), ketimbang disintegrasi (perpecahan). Betul kita memiliki kebebasan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Namun, kebebasan itu juga tidak boleh memecah belah persatuan atau memperbesar kebencian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain.

Pemimpin-pemimpin tersebut merupakan putra-putri terbaik bangsa. Namun seperti layaknya kita, mereka adalah manusia biasa yang memiliki berbagai keterbatasan. 

Sebagai warga negara demokratis, kita bertanggungjawab untuk memberikan tanggapan dan kritik terhadap kebijakan publik yang dilakukan pemerintah. Namun, kebebasan itu harus sesuai dengan kaidah-kaidah atau norma hukum yang berlaku. Apakah tindakan mendukung pemimpin yang disukai, harus dengan menyebarkan berita bohong dan berbahaya? Apakah tindakan mendukung pemimpin yang disukai, harus dengan menjatuhkan reputasi pemimpin terdahulu? Apakah negative campaign atau bahkan black campaign dianggap baik dalam membentuk moral dan karakter generasi muda?

Jawabannya kembali pada diri sendiri, ingin menjadi seperti apakah kita? 

Apakah kita ingin menanggapi gaya pemerintahan yang berbeda itu dengan hati dan kepala yang panas. Lalu sibuk menjejali kepala orang lain dengan rasa kebencian terhadap figur pimpinan tertentu?  Perlu diingat bahwa rasa kebencian itu, sadar atau tidak nantinya justru akan menciptakan generasi dengan literasi politik yang rendah, generasi mudah percaya hoax dan berita bohong, generasi pembenci, serta generasi yang apatis terhadap politik. Bisakah Anda bayangkan bagaimana jika sepuluh atau dua puluh tahun mendatang, generasi muda pembenci yang mudah percaya hoax semacam ini lalu memimpin Indonesia?

Ataukah kita akan menanggapi perbedaan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan kepala yang dingin. Tetap berbagi fakta-fakta (yang jauh dari kebohongan), memberikan saran yang membangun pada pemerintah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, serta memberikan pandangan-pandangan umum tentang pemimpin dengan dilandasi kesadaran bahwa setiap pemimpin (dengan segala kebaikan dan keburukannya) adalah putra-putri terbaik Indonesia, yang bagaimanapun tetap harus kita hormati. Harapannya, sepuluh atau dua puluh tahun mendatang, generasi muda Indonesia didominasi oleh orang-orang yang berpikiran terbuka "open minded" terhadap inovasi dan ide-ide baru, yang bisa belajar dari kesalahan yang dilakukan para pemimpin di masa lalu, namun tetap menghargai mereka sebagai sosok-sosok yang telah berkontribusi dalam pembangunan Indonesia sampai dengan hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun