Evaluasi lahan merupakan pendekatan untuk menilai potensi sumberdaya lahan yang dapat diperoleh dari tahapan lebih lanjut kegiatan survey dan pemetaan sumberdaya lahan. Hal ini sangat peting mengingat setiap daerah memiliki keberagaman kondisi sehingga menyebabkan adanya perbedaan mengenai sumberdaya hingga kualitas yang dimilikinya. Adanya perbedaan kondisi lahan dapat memengaruhi kegunaan dari lahan tersebut sehingga untuk memaksimalkan produktifitas pemanfaatan lahan harus disesuaikan dengan peruntukannya. Contohnya, saat suatu lahan memiliki jenis tanah tertentu maka tanaman yang ditanam harus sesuai dengan keadaan tanah sebagai upaya dalam peningkatan produksi.
Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976) kelas kesesuian lahan suatu area dapat berbeda tergantung pada tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan. Evaluasi kesesuaian lahan pada dasarnya berhubungan dengan evaluasi untuk suatu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, palawija, jagung dan sebagainya, sedangkan evaluasi kemampuan lahan umumnya ditujukan untuk penggunaan yang lebih umum seperti penggunaan untuk pertanian, pemungkinan, industri, perkotaan, jasa, peruntukan dan sebagainya.
Disini saya mengambil studi kasus Kawasan Karst Gunungsewu. Pada penelitian tersebut upaya yang dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya lahan adalah evaluasi kemampuan lahan. Arsyad (1989) mengatakan bahwa evaluasi kemampuan lahan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan (sumberdaya lahan) sesuai dengan potensinya. Untuk hasil analisis kemampuan lahan, Kawasan Karst Gunungsewu memiliki dominasi kelas III dan VIII.
Kawasan tersebut memiliki beberapa ancaman kelestarian sumberdaya lahan yaitu deforestasi, pemanfaatn lahan pada Bukit Karst, tekanan penduduk terhadap lahan yang tinggi, pemanfaatan pupuk buatan yang berlebihan, dan penambangan gamping. Selain memiliki ancaman kelestarian sumberdaya lahan, pada kawasan ini juga memiliki dampak kerusakan sumberdaya lahan yaitu Rocky Desertification dan pendangkalan telaga. Rocky Desertification merupakan fenomena yang ditandai dengan tersingkapnya batuan akibat erosi yang mengikis tanah di atasnya. Fanomena ini terjadi akibat deforestasi serta pemanfaatan lahan untuk pertanian pada lahan dengan kemiringan yang besar. Sedangkan untuk pendangkalan telaga, telaga merupakan salah satu sumber air yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sehingga sumber air telaga ini merupakan sumber air yang sangat penting. Aktivitas penggunaan lahan pertanian pada lahan dengan kemiringan tinggi di daerah tangkapa air telaga menyebabkan terjadinya erosi sehingga dapat mmenjadi penyebab pendangkalan. Pendangkalan yang terjadi dapat mengakibatkan kurangnya persediaan air pada saat musim kemarau yang berimbas pada produktifitas pertanian.
Dengan adanya beberapa ancaman dan juga dampak sumberdaya lahan, maka memerlukan beberapa pencegahan keruskan yang diawali dengan melakukan kajian evaluasi sumberdaya lahan dan dilanjutkan denggan dilakukannya konservasi yang sesuai dengan kondisi lahan. Selain itu pemanfaatan lahan juga harus dilakukan dengan usaha meminimalkan keruskan terhadap lahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H