Oleh : Ena Rohana
3. Pergi Ke Jakarta
Rini remaja kini terus berkembang bagaikan bunga yang sedang merekah, menaburkan wanginya lewat angin, terhirup kumbang-kumbang desa. Sempat tertanam sebuah nama dalam lubuk hatinya kumbang itu adalah Mas Tri, dia anak kuliahan di sebuah Perguruan Tinggi, sedikit banyak dia membimbing dalam kehidupan sehari-hari. Namun sayang waktu itu Rini harus pergi ke Jakarta meninggalkan Mas Tri yang belum sempat mengatakan sesuatu yang ada dalam hatinya.
Dalam perjalanan ke Jakarta perasaan gelisah menyesal kecewa dan angan-angan bercampur aduk, dan air mata yang selama ini bercucuran hanya sanggup berlinang dan berkaca-kaca di kedua matanya yang sayu. Sungguh tragis baru merasakan kembang cinta pertama sudah harus dipisahkan oleh keadaan. Pepohonan yang berlari dibalik jendela mobil terus menjauh dan menghilang seperti bayangan Mas Tri yang berdiri melepas kepergiannya.
Sempat isak tangis yang tertahan terdengar dari bangku ujung sana, lambat laun hela napas panjangnya menghapus kesedihannya. “Aku harus tegar..” begitu kata hatinya memompa semangat juangnya. Sesampainya di Jakarta Rini yang sudah dibekali kemandirian oleh keadaan, tak canggung lagi menerjang garangnya ibukota.
Dengan berbekal secarik ijazah SMEA kini dia bekerja di sebuah perusahaan swasta. Kerja keras sudah biasa dia lakukan, dan kini dia bertekad untuk merubah kehidupan. Namun entah kenapa tidak lama dia bekerja disitu dengan terpaksa dia harus mencari pekerjaan lain, bahkan dia pernah melakukan pekerjaan sebagai sales sebuah produk.
Selang beberapa tahun bergelut dengan kejamnya ibukota, Rini harus dihadapkan dengan takdir, dia dilamar dan dinikahi oleh seorang pria tetangganya di kampung halaman. Kedua orang tuanya sudah setuju, hati kecilnya menolak namun apa daya lagi-lagi keadaan yang membuat dia menyerah. Sempat terbayang sekilas wajah Mas Tri di pelupuk matanya yang dulu melepas kepergiannya bersama pepohonan yang berlari kencang. Kini bayangan Mas Tri harus digantikan dengan seorang pria yang bahkan belum mengenalnya lebih jauh dia adalah Mas Budi tetangganya dulu.
Tutur sapanya dan perilakunya terlihat mempesona setiap orang yang baru melihatnya, “mungkinkah ini jodohku?” dalam hatinya bertanya.
Seminggu, dua minggu, dan waktu terus bergulir, bahtera rumah tangga diselimuti dengan keindahan dan kebahagiaan, seakan-akan wanginya bunga cinta menyelubungi setiap hela napasnya. Secercah harapan sedikit mampu menghilangkan bayangan-bayangan Mas Tri yang selalu bergelayut dipelupuk matanya.
#Bersambung ...