Datang ke rumah, tampak kakeknya sedang duduk dikursi rotan kesayangannya, tangan dan kulitnya sudah keliatan semain tua.
“Nduk..wis mulih toh sekolahe?” tanya kakeknya
“Iya mbah..” jawab Rini sambil mengecup tangan kakeknya yg sudah tua.
“Yo wis sono mangan dulu.”
“Mbah… segone ente..” teriak Rini dari dalam rumah, matanya berkaca-kaca, antara lelah sedih dan lapar.
“Wis..Nduk..ojo nangis, koyone paklikmu sing ngehabisin segone, nih jajan wae nang warung mbah Urip sono.” Sambil memberikan uang lima ratus rupiah kakeknya mengelus-elus kepala cucunya.
Kehidupan yang diwarnai kesulitan senantiasa menerpa Rini, sampai-sampai biaya sekolah yang seharusnya ditanggung sepenuhnya oleh Bapaknya dengan terpaksa harus dibantu oleh pamannya. Kedua orang tuanya adalah pedagang buah-buahan disebuah pasar disudut kota, walau tidak dipinta seringkali Rini kecilpun ikut membantu menjual buah-buahan di pasar.
#Bersambung.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H