Mohon tunggu...
Ena Rohana
Ena Rohana Mohon Tunggu... -

Ena Rohana / Mang Utas

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta Bersemi di Negeri Beton (Bag. 2)

19 Oktober 2011   09:52 Diperbarui: 5 April 2016   17:40 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Datang ke rumah, tampak kakeknya sedang duduk dikursi rotan kesayangannya, tangan dan kulitnya sudah keliatan semain tua.

“Nduk..wis mulih toh sekolahe?” tanya kakeknya

“Iya mbah..” jawab Rini sambil mengecup tangan kakeknya yg sudah tua.

“Yo wis sono mangan dulu.”

“Mbah… segone ente..” teriak Rini dari dalam rumah, matanya berkaca-kaca, antara lelah sedih dan lapar.

“Wis..Nduk..ojo nangis, koyone paklikmu sing ngehabisin segone, nih jajan wae nang warung mbah Urip sono.” Sambil memberikan uang lima ratus rupiah kakeknya mengelus-elus kepala cucunya.

Kehidupan yang diwarnai kesulitan senantiasa menerpa Rini, sampai-sampai biaya sekolah yang seharusnya ditanggung sepenuhnya oleh Bapaknya dengan terpaksa harus dibantu oleh pamannya. Kedua orang tuanya adalah pedagang buah-buahan disebuah pasar disudut kota, walau tidak dipinta seringkali Rini kecilpun ikut membantu menjual buah-buahan di pasar.

 

#Bersambung.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun