Prinsip ini yang ia ajarkan dalam program mentoringnya---bahwa pernikahan bukan sekadar ikatan untuk regenerasi, tetapi juga sebuah sarana menemukan ketenangan, kebahagiaan, dan cinta yang halal.
Menurut syariat Islam, pernikahan memiliki empat tujuan utama yang mulia. Pertama, pernikahan menjadi tempat istirahat yang memberikan ketenangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan duniawi.
Kedua, rumah tangga berfungsi sebagai ruang untuk berbagi canda tawa dan kehangatan, yang dapat meredakan penat dari berbagai persoalan hidup.
Ketiga, pernikahan menyediakan fasilitas yang aman dan halal untuk menyalurkan kebutuhan biologis, menciptakan kenyamanan dalam hubungan suami-istri.
Keempat, pernikahan menjadi sarana membangun generasi yang kuat dalam keimanan, yaitu anak-anak yang setia kepada Allah, Rasul-Nya, dan ajaran Islam.
Dengan menjalankan empat tujuan ini, pernikahan tidak hanya menjadi ikatan fisik, tetapi juga pondasi menuju kehidupan yang penuh berkah.
Namun, apa yang terjadi jika pernikahan justru menjadi sumber stres, kesedihan, bahkan dosa? Inilah yang menjadi fokus program Coach Hafidin---mengembalikan fungsi pernikahan sebagai "surga dunia".
Coach Hafidin percaya bahwa kunci keberhasilan rumah tangga terletak pada pemahaman suami tentang perannya. "Laki-laki adalah pemimpin keluarga. Jika ia gagal, rumah tangga akan runtuh," katanya.
Coach Hafidin meyakini bahwa keberhasilan rumah tangga sangat bergantung pada pemahaman suami tentang perannya sebagai pemimpin keluarga.
Baginya, seorang suami yang gagal menjalankan tugasnya sebagai qawwam akan membawa rumah tangganya menuju kehancuran.
Oleh karena itu, dalam program mentoring yang ia tawarkan, tidak hanya aspek teknis hubungan yang menjadi fokus, tetapi juga pembentukan pola pikir dan karakter suami sebagai pemimpin.