Untuk itu, diperlukan keseriusan Pemkot Cilegon  untuk menegakkan peraturan daerah yang dirancang untuk mengatur peredaran minuman keras. Serta dapat menciptakan kesadaran kolektif mengenai pentingnya menjaga lingkungan yang bebas dari alkohol.
Edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya alkohol juga perlu dilakukan secara berkelanjutan, agar masyarakat memahami alasan di balik kebijakan ini.
Secara keseluruhan, Cilegon berada di persimpangan antara kebijakan zero alkohol dan realitas peredaran minuman beralkohol. Kebijakan yang efektif tidak hanya bergantung pada larangan, tetapi juga pada pemahaman dan kesadaran masyarakat akan dampak negatif dari konsumsi alkohol.
Pandangan ini memperlihatkan bahwa, kebijakan tanpa implementasi yang kuat hanya akan menjadi peraturan di atas kertas. Tanpa perubahan struktural dan kultural yang mendalam, kebijakan seperti zero alkohol seperti omong kosong.
Seharusnya, sebagai kota santri, Cilegon memiliki potensi untuk menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengelola permasalahan zero alkohol dengan bijak dan berimbang. Â
Jangan sampai kebijakan zero alkohol di Cilegon hanyalah omong kosong. Hal ini karena mencerminkan frustrasi terhadap implementasi kebijakan yang tidak sesui, terutama jika dilihat dari fakta bahwa peredaran dan konsumsi minuman keras masih ada, meskipun secara resmi dilarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H