Setelah Ketua DPC Partai Gerindra Cilegon Helldy Agustian mangkir tanpa alasan yang jelas dari pemeriksaan Bawaslu Kota Cilegon, pada Jumat 3 November 2023 lalu. Kini informasi penangan kasus itu menjadi abu-abu.
Pemeriksaan Helldy terkait laporan dari masyarakat yang menduga adanya penggunaan Rumah Dinas Walikota Cilegon sebagai titik kumpul masa peserta Kirab Pemilu 2024 dari Partai Grindra, Minggu 22 Oktober 2024 lalu.
Atas dasar itulah, selang satu hari kemudian, Marhani sebagai masyarakat Kota Cilegon melaporkan adanya dugaan pelanggaran ke Bawaslu.
Dugaan pelanggaran yang dimaksud merujuk pada Pasal 304 UU Pemilu yang mengatur fasilitas negara yang tidak boleh digunakan pejabat berkampanye, salah satunya adalah rumah dinas.
Bawaslu harus mengembalikan marwah sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu, menerima aduan, menangani kasus pelanggaran administratif pemilu, serta pelanggaran pidana pemilu berdasarkan  Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Mengaca dari kasus Helldy yang mangkir dari panggilan Bawaslu itu, ada tiga kemungkinan yang bisa menurunkan kredibilitas Bawaslu jika tidak bersikap tegas.
Pertama, Bawaslu akan diperlakukan hal yang sama atau dicontoh oleh pelanggar pemilu lainnya. Siapapun yang menjadi terlapor, bisa saja mangkir seperti yang dilakukan Helldy.
Kedua, jika kemudian Bawaslu memproses dengan cepat laporan adanya pelanggaran lainnya, sementara kasus yang melibatkan Healldy juga belum menunjukan ada penyelesaian, orang lain akan menganggap proses pemanggilan yang dilakukan jadi tebang pilih.
Ketiga, dugaan adanya kongkalikong antara Bawaslu dan Helldy akan bergulir dan menjadi opini yang liar di kalangan masyarakat. Jangan sampai netralitas Bawaslu diragukan.
Mengutip pemberitaan media matacyber.com, menuliskan  bahwa Kordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Cilegon Eneng Nurbaiti saja tidak tahu alasan Helldy sebagai pihak terlapor mangkir dari panggilan.