Aksi mahasiswa di jalanan itu bukan untuk main-main. Mahasiswa adalah kaum intelektual yang memiliki semangat perjuangan, kritis, dan memiliki idealisme tinggi. Sebelum turun ke jalanan, pekikan orasi berasal dari proses diskusi yang panjang dan analisis data yang akurat.
Mahasiswa menilai jika saat ini kesejahteraan di Kota Cilegon jauh dari kata ideal. Sorotan janji politik yang tak kunjung terealisasi, Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) yang menjanjikan dapat mengentaskan permasalahan 25.000 pengangguran, Beasiswa full sarjana sebanyak 5.000, dan bantuan dana usaha sebesar Rp25.000.000.
Sorotan fasilitas pelayanan dasar seperti jalan pun kondisinya memprihatinkan. Kota yang mendapat penghargaan sebagai kota investasi justru berbanding terbalik dengan kondisi jalan yang hancur dan lambat diperbaiki.
Belum lagi, keberadaan sejumlah BUMD yang seharusnya dapat mendongkrak Pendapatan Asli Daerah justru menimbulkan kerugian. Pengelolaan yang harus dikoreksi, jangan muncul kasus korupsi dan kekisruhan.
Menguraikan betapa kompleks permasalahan yang ada di Kota Cilegon terlalu rumit memang. Dibutuhkan jiwa kepemimpinan yang baik dan mampu memberikan solusi dengan gagasan baru dan berani.
Kegagalan dalam menjalankan program dapat dibuktikan dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) 2021 sebesar Rp457 miliar.Â
Banyak program macet, gagal lelang proyek, dan banyak alasan lainnya. Masyarakat yang seharunya bisa menikmati hasil pembangunan yang baik, kini hanya mendapat kekecewaan.
Program yang tak berjalan membuahkan Silpa yang besar, sebanding dengan capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2021 yang sangat kecil dengan realisasi di angka Rp630 miliar. Kota Investasi tidak mampu menyerap PAD yang lebih besar lagi.
Wajar jika kemudian mahasiswa turun ke jalan menyuarakan aspirasi, itulah cara yang terbaik untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Kota Cilegon harus diurus dengan serius.
Jika sudah ada aksi, apakah akan ada respon dan perubahan pada kinerja yang harus dilakukan oleh para elit birokrasi di kota ini?