Kota Cilegon dengan ketinggian mencapai 8 Meter. Tsunami bakal terjadi bertepatan pada kisaran liburan natal dan pergantian tahun.
Awal Desember, media online ramai-ramai memberitakan akan adanya gelombang laut atau tsunami yang akan menghantam daratanSaya sebagai salah satu warga Kota Cilegon cuma senyum-senyum saja membaca tautan berita online yang terus tersebar di sejumlah grup WhatsApp.
Judul-judulnya emang bombastis dengan memunculkan tsunami 8 Meter. lalu pernyataan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, memperingatkan adanya potensi tsunami di Cilegon itu pun tidak membuat masyarakat gampang panik.
Salah satunya saya dan bersama kawan-kawan yang sedang nongkrong di emperan warung kopi di dekat tugu Landmark Cilegon.
Peristiwa tsunami melanda daratan Kota Cilegon paling dahsyat pernah terjadi di tahun 1883, ketika Gunung Krakatau meletus dan membunuh ribuan orang.
Sementara ketika Gunung Anak Krakatau kembali berulah tiga tahun lalu, tsunami tidak sampai ke pantai di Kota Cilegon.
Lalu, kenapa kini saat ada prediksi yang dikaji secara ilmiah justru banyak  warga Kota Cilegon tetap Selow dan seolah itu cuma berita yang dibesar-besarkan saja?
Saya tidak bermaksud menyepelekan ilmu dan teknologi modern saat ini, cuma ya, masyarakat Kota Cilegon meski dekat dengan aktifitas pabrik industri modern masih percaya hal-hal yang tidak bisa diukur dengan logika.
Masih selow merespon prediksi tsunami bukan berarti mengingkari peringatan BMKG, warga Kota Cilegon juga memiliki pegangan kepercayaan terhadap keilmuan yang berorentasi kearifan lokal.
Inilah kenapa warga Cilegon tetap Selow dengan berbagai alasannya.
1. Masih Percaya Ilmu Hikmah
Bencana dan segala sesuatu yang terjadi biasanya akan muncul melalui tanda-tanda alam. Ketiak BMKG mengeluarkan prediksi, hampir mirip-mirip dengan ramalan, warga Kota Cilegon juga memiliki kepercayaan terhadap orang-orang Soleh yang punya ilmu hikmah dengan prediksi-prediksinya.