Api menyala, dari sumbu disulut api, cahaya berkobar menerangi alam.
Seperti itulah sebuah semangat. Termasuk tradisi pawai obor menyambut hari Hari Raya Idul Fitri.
Pawai obor sebagai bentuk perayaan menyambut hari yang mulia itu. Segala ekspresi yang dilakukan sebagai tanda syukur, ibadah harus menyalah, semangat mendapatkan keberkahan dari Allah.
Di Kota Cilegon, Banten pawai obor sudah menjadi kegiatan yang rutin dilaksanakan dalam memperingati Hari Besar Islam, termasuk menyambutnya malam takbiran atau Hari Raya Idul Fitri.
Tujuannya sebagai pengingat kepada warga telah menyelesaikan puasa ramadan. Lantunan takbir dan solawat saling bersautan. Semarak pawai yang mengelilingi jalan-jalan sebagai bentuk media dakwah, mengingatkan akan kebesaran Allah dengan segala pujian Asmaul husnanya.
Gagasan pawai obor terinspirasi dari seorang ulama yang mengkaji Perang Geger Cilegon tahun 1888 dalam pengajian remaja nasjid. Semangat perjuangan warga Cilegon yang syarat nilai keislaman.Â
Malam itu, Obor menjadi semangat gerakan para pejuang dari berbagai daerah yang terdiri dari barisan para ulama, santri, dan petani yang selama ini diperlakukan tidak manusiawi oleh penjajah Belanda.Â
Dibawah komando KH. Wasid malam itu menjadi perjuangan yang berdarah-darah. Larangan tahriman dan adzan oleh Belanda membuat umat islam bergerak untuk membela diri. Tidak terima kolonial menekan pribumi dengan aturan yang seenaknya.
Geger Cilegon pun meletus dan menewaskan banyak ulama dan santri. Namun inilah menjadi semangat perjuangan oleh generasi selanjutnya hingga pada puncak kemerdekaan.
Sejak itulah, pengurus Remaja Masjid di tahun 2007 mulai menginisiasi pawai obor. Kemudian menjadi program kegiatan yang mendapat dukungan luar biasa dari semua warga.