Kegiatan ngabuburit sambil berburu makanan menjadi aktifitas yang menyenangkan. Setelah seharian menahan lapar dan haus, melihat jajanan sungguhlah sangat menggoda selera.
Aksi borong makanan pun tidak terelakan. Es campur, gorengan, asinan, buras, pastel, dan banyak lainnya sunggung sangat menggoda. Seolah makanan yang tersaji di meja-meja pedagang itu melambai-lambai ingin semua dibawa pulang.
Asalkan suka, harga cocok, beli. Tidak peduli sudah berapa kantong makanan yang ada di tangan.
Pengalaman kalap membeli tajil ini pernah saya alami di pasar Benhil (Bendungan Hilir) saat masih bekerja di sebuah rumah produksi film. Warga Jakarta pasti tahu, jika pasar ini adalah surga makanan di saat bulan ramadan.
Sesampainya di kostan, bungkusan makanan yang dibeli begitu banyak. Ketika suara adzan magrib terdengar dari masjid, aksi melahap makanan seolah sedang balas denda dari kelaparan.
Hanya hitungan menit, es campur, gorengan, pempek, sate padang sudah dilibas habis. Perut terasa kenyang. Tubuh berkeringat. Jadi malas bergerak untuk solat magrib.
Apa yang terjadi setelah itu? Perut saya mengalami keram yang luar biasa. Teman-teman kost kemudian membawa saya ke klinik.
"Perut kamu cuma kaget, dari laper, tiba-tiba penuh sama makanan," kata Dokter yang menangani saya saat itu.
Ketika lambung mendadak diisi terlalu banyak makanan, tidak mustahil bila makanan tersebut bisa menekan diafragma. Rasa nyeri diperut terasa sangat menyakitkan.
Makan berlebih rupanya efek dari tidak bisa menahan hawa nafsu. Puasa menjadi pengingat bahwa proses menahan lapar dan haus adalah pembelajaran yang harusnya bisa menekan hawa nafsu.