Apa yang membuat orang tetap nyaman dan bertahan di rumah? Jawabannya bisa saja rebahan sambil nonton tv. Namun itu saja tidak cukup jika tidak tersedianya makanan. Perut lapar mengundang emosi bermacam-macam.
Makanan menjadi fakfor membuat orang nyaman. Namun gerakan #dirumahaja sebagai bentuk isolasi diri dari penyebaran covid-19 tidak akan berhasil jika kondisi perut kelaparan.
Ini yang saya rasakan bersama keluarga. Ketika bahan makanan berupa beras masih mencukupi hingga dua minggu ke depan, bahan makanan tinggal ambil di warung Ibu Mertua, dan sayur-sayuran yang tinggal petik di pekarangan rumah dirasa cukup aman.Â
Tapi itu semua tidak bisa dioleh karena tabung gas elpiji habis. Kelangkaan tabung ijo itu sudah menghilang jauh sebelum Presiden RI meminta warganya untuk berdiam di rumah untuk pencegahan virus corona.
Tabung melon itu sungguh merepotkan. Setiap kali isinya habis, saya harus siap menghadapi istri yang meminta untuk mencari di mana pun. Pantang pulang sebelum dapat baru. Setiap warung hingga agen elpiji pun harus didatangi demi kehidupan keluarga.
"Bagaimana jika kita masak pakai kayu saja seperti orang jaman dulu?" kataku ketika menghadapi wajah istri yang terlihat kesal. Hari sudah beranjak siang namun belum ada yang dimasak.
"Kenapa tidak sekalian saja puasa rajab diteruskan sampai ramadan? Biar gak usah masak!" jawab istri.
Jika pun bakar kayu bisa untuk masak, saya harus cari kayu bakar di mana? Tidak ada hutan di sekitar komplek perumahan. Akhirnya demi memperjuangan kemaslahatan keluarga kecilku, Ayah rela keluar rumah.
Menggunakan motor metik dan menyelipkan tabung melon ijo di antara dua kaki, satu persatu warung dijejaki.
"Tabungnya abis, paling nunggu hari sabtu dikirim sama distributor," kata pemilik warung keenam yang saya kunjungi.Â
Hingga akhirnya si ijo 3 kg didapat dari warung perbatasan antara Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.Â