Mancing ramai-ramai di tengah jalan dengan kubangan air besar menguasi badan jalan. Para warga menempati posisi mengitari kubangan air. Batang joran pancing tersulur dengan kail umpan yang dilempar. Menunggu hingga umpan dimakan ikan.
"Kali aja dapat ikan APBD," kata salah seorang pemuda.Â
"Kali aja dapet duit proyek nyangkut," kata pemuda lainnya menimpali.
Semua warga kemudian tertawa dengan lepasnya. Hanya mengeluarkan kata-kata konyol dan disambut dengan tawa lepas yang terdengar. Tidak peduli dengan kendaraan yang akan melintasi jalanan berkubang air kotor itu.
"Coba Walikota diajak mancing bareng, sambil ngobrol Pilkada. Pasti seru," kata seorang bapak.
Gelak tawa mereka membuat suasana mancing semakin semarak. Mencoba terus mentertawakan pemimpin yang selama ini membiarkan kubangan-kubangan air di tengah jalan semakin parah.
Mereka tidak mengharapkan ikan yang nyakut di kail. Apa yang mereka lakukan hanya sebagai bentuk sindiran terhadap penguasa yang membiarkan jalan-jalan rusak. Banjir yang terjadi setiap hujan deras membuat badan jalan rusak, hingga kubangan air terbentuk.
Jalanan rusak yang berada di Kampung Kedawung, Kelurahan Tegal Bunder, Kecamatan Purwakarta, Kota Cilegon, Banten sudah terlalu lama dibiarkan. Padahal jalan ini cukup ramai dilintai warga.
Lagi-lagi, mancing hanyalah bagian dari aksi. Mentertawakan kesuksesan pemimpin dalam membangun kotanya. Sementara untuk melakukan perbaikan jalan rusak saja tidak sanggup. Bagaimana mencapai keberhasilan pembangunan yang lebih besar?
Di tengah kota industri dengan pendapat asli daerah triliunan rupiah, anggaran untuk memperbaiki jalan rusak saja terlalu serat.
RT, Lurah, dan Camat sudah biasa melintasi jalan rusak itu. Namun sebagai aparat yang lebih dekat dengan warga tidak mampu menjadi penyambung lidah ke Wali Kota. Entah karena sudah hilang rasa empati atau sudah menutup mata dan hati.Â